Jakarta – Di tengah derasnya arus modernisasi dan gempuran budaya luar yang kian mencairkan tradisi, masyarakat Jambi tetap berdiri tegak menjaga warisan leluhur yang sarat makna. Salah satu manifestasi luhur dari akar budaya itu adalah Upacara Kumau.Seperti diketahui, Tradisi Kumau merupakan sebuah upacara adat tahunan yang diselenggarakan secara turun-temurun sebelum musim tanam padi dimulai. Lebih dari sekadar ritual, Kumau adalah bentuk keselarasan antara manusia dan alam, antara generasi terdahulu dan kini, serta antara keyakinan spiritual dan aktivitas pertanian yang menjadi nadi kehidupan masyarakat pedesaan Jambi.Kumau adalah cermin dari penghormatan yang mendalam terhadap tanah dan rezeki yang ditumbuhkannya. Di balik asap kemenyan dan denting gendang, tersimpan filosofi kuno yang tak lekang oleh zaman, bahwa menanam padi bukan sekadar soal pangan, tapi juga tentang menjaga keseimbangan kosmos dan menghaturkan syukur kepada sang pencipta dan roh leluhur.Pelaksanaan Upacara Kumau tidak sekadar berkumpul lalu membaca doa, ia adalah prosesi panjang yang melibatkan berbagai unsur komunitas dan berlapis-lapis simbolisme. Biasanya digelar di balai adat atau di pelataran ladang, Kumau dimulai dengan pembersihan diri dan lingkungan sebagai lambang kesiapan batin dan fisik menyambut musim tanam.Para tetua adat dikenal sebagai ninik mamak memimpin doa dan mantra yang diwariskan dari generasi ke generasi, membacakan harapan agar hama dijauhkan, hujan turun tepat waktu, dan hasil panen melimpah. Persembahan berupa hasil bumi, sirih pinang, dan sesajen lain ditata rapi sebagai bentuk penghormatan kepada arwah para pendahulu yang diyakini masih menjaga tanah dan sawah.Uniknya, dalam Kumau terdapat prosesi penanaman padi secara simbolik oleh tokoh-tokoh adat tertentu, yang diyakini sebagai pemantik energi positif dan pembuka berkah bagi musim tanam yang sesungguhnya.Suara genderang dan nyanyian tradisional yang mengiringi ritual bukan semata hiburan, melainkan bagian dari komunikasi spiritual antara dunia manusia dan dunia gaib, sebuah simfoni sakral yang meresonansi langit dan bumi.Kumau juga berperan besar dalam menjaga kohesi sosial dan identitas budaya masyarakat Jambi, khususnya di desa-desa yang masih kental dengan nilai adat. Upacara ini adalah momentum berkumpulnya masyarakat lintas usia, mempererat tali silaturahmi sembari menanamkan kembali nilai-nilai luhur kepada generasi muda.Di saat dunia luar sering kali menyaksikan tradisi sebagai sesuatu yang usang dan tidak efisien, masyarakat Jambi justru menjadikan Kumau sebagai penanda keteguhan terhadap akar budaya yang justru memberi arah dalam menghadapi tantangan zaman.Tidak mengherankan jika Kumau bukan hanya dipertahankan, tapi juga dirayakan dengan antusiasme yang tulus. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah dan komunitas budaya mulai menjadikan Kumau sebagai atraksi budaya tahunan yang membuka ruang edukasi sekaligus pariwisata berbasis kearifan lokal.Hal ini menjadi bukti bahwa warisan leluhur bisa menjadi jembatan yang kokoh antara masa lalu dan masa depan, antara tradisi dan inovasi. Maka, Upacara Kumau bukan hanya sekadar pembuka musim tanam ia adalah peneguhan identitas, spiritualitas, dan hubungan mendalam antara manusia dengan tanah yang mereka pijak.Ia hadir sebagai nyanyian purba yang terus bergema di balik pepohonan, di sela barisan sawah, dan di lubuk hati masyarakat Jambi yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, penghormatan terhadap alam, serta rasa syukur atas segala anugerah.Kumau bukan sekadar ritual ia adalah pernyataan cinta terhadap tanah leluhur, dan dalam gema setiap mantranya, terkandung harapan bahwa kehidupan akan terus bersemi bersama benih-benih padi yang ditanam dengan doa dan harapan.Penulis: Belvana Fasya Saad
Upacara Kumau, Simfoni Sakral di Tanah Jambi Menyambut Musim Tanam

Tag:Breaking News