JAKARTA, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal (Mayjen) Kristomei Sianturi, mengatakan bahwa lokasi peledakan amunisi di Desa Sagara, Garut, Jawa Barat, dahulu jauh dari pemukiman warga.
“Pada saat itu, itu in the middle of nowhere, jauh dari mana-mana,” kata Kristomei usai rapat tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Baca juga: TNI: Kepala Gudang Lalai dalam Pelibatan Sipil di Pemusnahan Amunisi Garut
Namun, seiring perkembangan penduduk, lama-kelamaan pemukiman warga mendekat.
“Tapi sekarang dengan perkembangan penduduk, makanya semakin dekat. Ketika ada satuan TNI di situ, yang dulu jauh dari mana-mana, lama-kelamaan masyarakat merapat,” ujar Kristomei.
Baca juga: TNI Ungkap Warga Sipil Korban Ledakan Amunisi di Garut Berstatus Tukang Masak dan Pegawai
Jarak rumah ratusan warga Desa Sagara tidak lebih dari 3 kilometer dari lokasi peledakan.
Ia menuturkan bahwa tempat atau lokasi ledakan sudah memiliki perjanjian sejak tahun 1985.
Ia juga mengakui bahwa makin mendekatnya pemukiman warga menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh TNI.
Oleh karenanya, ia menilai pemerintah daerah (pemda) perlu melakukan sinkronisasi dengan satuan dalam perencanaan tata ruang wilayah.
“Sehingga tidak setiap bangun sini nanti pindah lagi, karena masyarakat juga mendekat. Di mana boleh ada perumahan, di mana tempat latihan. Nah, itu yang perlu sinkronisasi antara pemerintah daerah dan TNI,” ucap Kristomei.
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Maruli Simanjuntak menambahkan bahwa pihaknya akan mengevaluasi lokasi peledakan mengingat posisinya kini semakin dekat dengan pemukiman warga.
Menurutnya, lokasi yang terlalu dekat membuat masyarakat ikut bergabung.
“Sekarang pemukiman dekat, dan masyarakat itu ikut-ikut bergabung, tadinya hanya membantu memasak. Akhirnya mungkin itulah salah satu juga yang membuat kita harus evaluasi, mungkin masyarakat ikut-ikut bantu,” jelasnya.
Baca juga: TNI Akui Teledor Ada Warga Sipil Ikut Musnahkan Amunisi di Garut
Meski di sisi lain, Maruli tidak dapat memastikan apakah lokasi peledakan akan dipindah atau tidak.
Terlebih, sebelumnya tidak ada masalah dengan peledakan kedaluarsa. Peledakan karena salah prosedur baru kali ini terjadi.
“Bisa (tetap dibuka), nggak ada masalah sebenarnya, itu kan sudah dari sejak tahun 1985. Jadi sebenarnya ini baru sekali ini namanya peledakan yang mengakibatkan risiko setelah lebih dari berapa tahun, berarti 35 tahun. Jadi sebetulnya bisa kita evaluasi,” tandasnya.
Baca juga: Di Rapat DPR, Panglima TNI Klaim Pemusnahan Amunisi di Garut Sesuai SOP