JAKARTA, Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan, pihaknya akan menjadikan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat, sebagai bahan evaluasi internal.
Diketahui, Komnas HAM telah mengeluarkan temuannya terkait insiden ledakan saat pemusnahan amunisi afkir di Garut, yang menewaskan 13 orang, di mana sembilan orang di antaranya adalah warga sipil.
“Seluruh masukan tersebut akan kami jadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan nantinya,” kata Wahyu saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (24/5/2025), dikutip dari Antaranews.
Wahyu memastikan bahwa institusinya terbuka akan kritik dan saran dari segala pihak.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Temuan soal Ledakan Amunisi Garut, Ini Respons TNI AD
Selain itu, dia menyebut, TNI AD juga menghargai segala temuan fakta di lokasi ledakan yang diungkap Komnas HAM.
Namun demikian, Wahyu enggan mengomentari secara rinci terkait setiap fakta yang ditemukan oleh Komnas HAM.
“Kami menegaskan kembali komitmen TNI AD untuk selalu terbuka dan menghargai setiap masukan konstruktif dari berbagai pihak,” ujarnya.
Sebelumnya, Komnas HAM meminta TNI untuk tidak lagi melibatkan warga sipil dalam aktivitas yang memiliki risiko tinggi, termasuk dalam kegiatan pemusnahan amunisi.
Anggota Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan, berdasarkan pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait keterlibatan sipil dalam urusan penanganan dan pemusnahan amunisi, memang terdapat ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan sejenis dengan pemusnahan amunisi, tetapi dengan syarat keahlian spesifik atau kompetensi tertentu.
“Sementara para pekerja dalam kasus ledakan amunisi di Garut diajarkan atau belajar secara otodidak bertahun-tahun, tidak melalui proses pendidikan atau pelatihan yang tersertifikasi,” kata Uli dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 23 Mei 2025.
Baca juga: TNI AD Tanggapi Temuan Komnas HAM soal Ledakan Amunisi Garut
Oleh karena itu, dia berharap agar Panglima TNI melakukan langkah evaluatif secara keseluruhan untuk memastikan tidak ada lagi pelibatan masyarakat sipil.
Di sisi lain, Uli juga meminta masyarakat yang tidak memiliki keahlian khusus untuk tidak terlibat dalam kegiatan militer yang berisiko.
Berdasarkan temuan Komnas HAM, pada peristiwa tersebut sejumlah 21 orang dipekerjakan untuk membantu proses pemusnahan amunisi afkir TNI dengan upah rata-rata Rp150 ribu per hari.
Para pekerja itu terkoordinir di bawah pimpinan Rustiawan, yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam proses pemusnahan amunisi, baik dengan pihak TNI maupun Polri.
Uli menjelaskan bahwa para pekerja sipil atau pekerja harian lepas tersebut memiliki peran dan tugas masing-masing dalam kegiatan pemusnahan, di antaranya sebagai sopir truk, penggali lubang, hingga pembongkar amunisi dan juru masak.