Home / PROPERTI / Telaah Regulasi Status Kepemilikan Pulau yang Dijual Secara Online

Telaah Regulasi Status Kepemilikan Pulau yang Dijual Secara Online

 Isu penjualan pulau secara online kembali mencuat di Indonesia pada 2025, memicu polemik di kalangan masyarakat dan pemerintah.

Situs-situs asing seperti Private Islands Online dan Sotheby’s Concierge Auctions kerap memasarkan pulau-pulau kecil di Indonesia, seperti Pulau Ritan, Tokong Sendok, dan Kepulauan Widi, sebagai properti untuk dijual atau disewa. Terbaru adalah Pulau Panjang di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Namun, apakah pulau-pulau ini benar-benar dapat dijual? Bagaimana status kepemilikannya menurut hukum Indonesia?

Baca juga: Pulau Panjang Sumbawa Dijual Online, Padahal Tak Ada Hak Atas Tanahnya

Menurut hukum Indonesia, kepemilikan pulau diatur ketat untuk menjaga kedaulatan negara dan kelestarian lingkungan.

Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 21 UUPA dengan jelas melarang warga negara asing (WNA) memiliki hak milik atas tanah di Indonesia, termasuk tanah di pulau-pulau kecil.

WNA atau badan hukum asing hanya dapat memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB) melalui badan hukum yang didirikan sesuai hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 

Kemudian UU Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

UU ini menegaskan bahwa pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, termasuk pantai, terumbu karang, mangrove, dan lamun, merupakan kesatuan ekosistem yang tidak dapat diperjualbelikan secara utuh.

Baca juga: Pulau Panjang di Sumbawa Masuk Kawasan Hutan, Belum Ada Hak Atas Tanah

Paling sedikit 30 persen lahan pulau harus dikuasai negara untuk area lindung, akses publik, dan kepentingan umum, sementara 70 persen dapat dimanfaatkan pelaku usaha dengan kewajiban menyediakan 30 persen ruang terbuka hijau.

“Dengan demikian, hanya 49 persen lahan pulau yang dapat dimanfaatkan secara komersial,” ujar Kepala Biro Komunikasi Publik dan Protokol Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis kepada , Sabtu (21/6/2025).

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 dan Surat Edaran Menteri Agraria 1997. PP ini mengatur bahwa HGU, HGB, atau Hak Pakai atas tanah yang mencakup seluruh pulau dilarang.

Surat Edaran Nomor 500-1197 tahun 1997 dari Menteri Agraria/Kepala BPN juga menegaskan bahwa permohonan hak atas tanah untuk seluruh pulau harus ditolak. 

Regulasi berikutnya adalah UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal 26A UU Cipta Kerja mengatur bahwa penanaman modal asing untuk pemanfaatan pulau harus memiliki izin usaha dari pemerintah pusat.

Baca juga: Profil Pulau Panjang Sumbawa yang Dijual Online di Situs Luar Negeri

Pelanggaran, seperti perubahan fungsi ruang tanpa izin, dapat dikenakan sanksi pidana hingga 4 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

“Berdasarkan regulasi ini, pulau di Indonesia tidak dapat dijual secara bebas, baik kepada WNI maupun WNA,” imbuí Harison.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *