Home / Jawa Barat / Syekh Nurjati, Tokoh Kunci di Balik Berdirinya Cirebon

Syekh Nurjati, Tokoh Kunci di Balik Berdirinya Cirebon

Jakarta – Ragam kekayaan budaya Cirebon tak lepas dari perjalanan panjang sejarahnya di masa lampau. Diketahui, Cirebon sebelumnya sudah eksis dan melalui tiga fase perjalanan peradaban sebelum masuknya Islam.Memasuki fase baru, Sejarah Cirebon memasuki peradaban terbesar dimana Islam masuk dan mewarnai kehidupan masyarakatnya hingga saat ini. Namun, pada fase baru ini, perkembangan Cirebon dinilai cukup pesat.Pustakawan Keraton Kanoman Farihin Niskala mengatakan, di fase baru ini, sosok Syekh Nurjati datang ke Cirebon diterima oleh Ki Gedeng Tapa Jumajanjati pada tahun 1420. Syekh Nurjati menikahi perempuan lokal bangsawan Kerajaan Galuh yang juga cucu dari Brata Legawa bernama Khodijah.”Dalam naskah Negarakertabumi Khodijah itu seorang janda kaya dan Syekh Nurjati diberi sokongan dana dari istrinya membangun pesantren untuk memperluas dakwah Islam lokasinya di Astana Gunung Sembung,” ujarnya, Selasa (17/6/2025).Sementara itu, kata dia, Ki Gedeng Tapa Jumajanjati memiliki anak bernama Nyai Subang Larang yang kemudian dinikahi oleh Prabu Siliwangi. Dari pernikahan tersebut Subang Larang dan Prabu Siliwangi dikaruniai anak Walangsungsang, Rarasantang dan Kiansantang.Farihin mengatakan, Walangsungsang dan Rarasantang keluar dari Istana Pajajaran untuk belajar Islam kepada Syekh Nurjati selama 3 tahun. Singkat cerita, Syekh Nurjati kemudian merekomendasikan Walangsungsang ke Pangeran Cakrabuana untuk babad alas membangun dukuh caruban awal di tanah kebon pesisir yang sekarang menjadi Lemahwungkuk.”Jadi kalau mau ambil kesimpulan Syekh Nurjati adalah tokoh penting dibalik layar berdirinya Cirebon. Walangsungsang hanya eksekutornya saja babad alas di tanah kebon pesisir yang sekarang lemahwungkuk atau tepatnya Witana di Keraton Kanoman,” ujar Farihin.Ia menjelaskan, Syekh Nurjati merekomendasikan Walangsungsang untuk babad alas kebon pesisir karena ada transformasi ibu kota. Semula di Pasambangan dekat dengan pelabuhan Muara Jati pindah ke Kebin Pesisir yang saat ini menjadi Lemahwungkuk.Transformasi tersebut, katanya, menandai peradaban dan era baru Cirebon. Singkat cerita, banyak warga yang semula berdiam diri di Pasambangan pindah ke Lemahwungkuk pada tahun 1445.”Para warga tersebut terdiri dari berbagai macam suku bangsa, etnis, warna kulit, budaya, agama dari Persia, China, Arab, India, Tumasik Singapura, Hujung Mendini Malaysia, Jawa, Sunda, Madura. Mereka berkumpul menjadi satu berasimilasi dan sepakati nama dukuh yang dibabad Walangsungsang menjadi Caruban artinya campuran. Sekarang menjadi Cirebon,” ujarnya.Merujuk pada peristiwa babad alas kebon pesisir, Farihin menerangkan fase tersebut menjadi patokan perhitungan tahun yang bisa dipakai untuk menetapkan hari jadi Cirebon. 

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *