KHARTOUM, Pertempuran pecah antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di dekat ibu kota Sudan, Khartoum, pada Selasa (20/5/2025).
Dilansir dari AFP, pertempuran yang meletus di kota kembaran Khartoum, Omdurman, yang masih dalam Negara Bagian Khartoum itu disebut tentara Sudan sebagai salah satu serangan skala besar.
Tentara Sudan mengatakan, operasinya ditujukan untuk mengusir paramiliter dari posisi terakhir mereka di Negara Bagian Khartoum.
Baca juga: Serangan Drone Guncang Port Sudan, Ledakan Keras Terdengar
Perang saudara di Sudan antara militer dan RSF pecah pada April 2023. Pasukan paramiliter sempat menguasai Khartoum di masa awal-awal perang pecah.
Namun, tentara Sudan berhasil membebaskan ibu kota dan mengeklaim menguasai hampir seluruh Khartoum.
Konflik di sana mengadu domba tentara yang dipimpin oleh pemimpin de facto Sudan Abdel Fattah al-Burhan melawan RSF di bawah kepemimpinan Mohamed Hamdan Daglo.
“Kami sedang melakukan operasi skala besar dan kami hampir membersihkan seluruh negara bagian Khartoum dari para penjahat kotor,” kata juru bicara militer Nabil Abdallah dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Pasukan Sudan Selatan Diduga Gunakan Senjata Pembakar, 58 Tewas
Dalam beberapa pekan terakhir, RSF telah melancarkan beberapa serangan drone di sejumlah wilayah di seluruh negeri, terutama Port Sudan tempat markas besar tentara.
“Besarnya serangan drone ini merupakan eskalasi besar dalam konflik, dengan implikasi yang mengkhawatirkan bagi perlindungan warga sipil,” kata pakar hak asasi manusia PBB untuk Sudan Radhouane Nouicer dalam sebuah pernyataan pada Senin (19/5/2025).
Dia menuturkan, serangan berulang terhadap infrastruktur penting membahayakan nyawa warga sipil, memperburuk krisis kemanusiaan, dan melanggar hak asasi manusia.
Nouicer juga mengatakan serangan drone tersebut sering kali menargetkan wilayah yang padat penduduk dan infrastruktur utama seperti bandara Port Sudan.
Baca juga: HRW: Pasukan Sudan Selatan Gunakan Senjata Pembakar, 58 Orang Tewas
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, perang saudara di Sudan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Konflik di Sudan juga membagi negara tersebut menjadi dua: tentara menguasai wilayah utara, timur, dan tengah; sedangkan RSF mendominasi hampir seluruh Darfur dan sebagian wilayah selatan.
Selain menewaskan puluhan ribu orang, konflik yang telah berlangsung selama dua tahun ini telah menyebabkan 13 juta orang mengungsi.
Menurur Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, sistem perawatan kesehatan Sudan yang sudah rapuh telah mencapai titik kritis.
Menurut serikat dokter, hingga 90 persen rumah sakit di negara itu pada suatu saat terpaksa tutup karena pertempuran. Sementara itu, berbagai fasilitas kesehatan diserbu, dibom, dan dijarah.
Baca juga: Imbas Pemotongan Dana USAID dan Klinik Ditutup, Anak-anak Sudan Selatan Meninggal karena Kolera