SiCepat dan Pos Indonesia menilai peraturan Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital yang membatasi diskon jasa kurir maksimal tiga hari dalam sebulan akan menciptakan persaingan bisnis yang sehat.CEO SiCepat Ekspres Adam Jaya Putra menilai Permen Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial dapat menciptakan industri logistik yang lebih efisien dan berkelanjutan.Menurut dia, iklim usaha logistik kurang sehat dalam beberapa tahun terakhir, serta menurunnya kualitas layanan. Ia berharap pemerintah mendorong konsolidasi perusahaan logistik, guna meningkatkan efisiensi dan memperluas jangkauan layanan.Selain itu, mengembangkan infrastruktur terpadu seperti pusat sortir dan hub bersama, serta menetapkan standar layanan dan mekanisme harga yang teratur.Adam juga berharap ada perlindungan kesejahteraan tenaga kurir. “Di tengah produktivitas industri yang terus meningkat, sering kali kurir mengantarkan lebih dari ratusan paket per hari dengan kondisi di jalan. Mereka patut diapresiasi,” kata dia dalam keterangan pers, Jumat (23/5).Direktur Utama Pos Indonesia Faizal R Djoemadi sepakat bahwa Permen tersebut mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat bagi pelaku industri, kurir, pekerja, dan pelanggan.Faizal menilai, industri kurir dan logistik merupakan sektor padat karya yang memerlukan investasi besar, baik untuk pengembangan infrastruktur fisik maupun digital. Sektor ini juga memberikan efek berantai besar bagi perekonomian Indonesia.Data Badan Pusat Statistik alias BPS menunjukkan sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 9,01% secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal I, dengan pos dan kurir sebagai kontributor utama.Lembaga riset Mordor Intelligence memproyeksikan pertumbuhan tahunan alias CAGR sektor ini 7,24% selama 2025 – 2030, dengan nilai pasar diperkirakan US$ 11,15 miliar.Permen Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 mengatur agar layanan logistik diperluas ke 50% provinsi dalam 1,5 tahun. “Agar layanan dapat menjangkau seluruh pelosok negeri, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, iklim usaha yang adil dan sehat sangat penting,” kata Faizal akhir pekan lalu.Hal senada disampaikan oleh Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia atau Asperindo. “Dalam praktik pelayanan, perusahaan anggota mengadakan program potongan ongkos kirim yang diberikan langsung dari pelaku usaha pos dan kurir ke pengguna jasa, tetapi tidak ada layanan gratis ongkir dari penyelenggara pos,” kata kata Sekretaris Jenderal DPP Asperindo Tekad Sukatno dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/5).Ia meminta para penyelenggara layanan pos tidak larut dalam program promosi gratis ongkir alias ongkos kirim yang dilakukan marketplace. Sebab, program ini merupakan bagian dari strategi promosi internal e-commerce untuk pembeli atau penjual, bukan berasal dari penyelenggara pos dan kurir.Tekad juga berharap aturan itu diterapkan secara adil kepada semua pelaku industri yang menjalankan praktik penyelenggaraan jasa pos, kurir, dan logistik yang meliputi aktivitas pengumpulan (collecting), pemrosesan (processing), pengangkutan (transporting), dan pengantaran (delivery).Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah menyampaikan e-commerce tetap bisa memberikan promosi berupa gratis ongkir, karena tidak diatur dalam Permen Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.“Kalau e-commerce menyediakan subsidi ongkir sebagai bagian dari promosi, itu hak mereka sepenuhnya. Kami tidak mengatur hal tersebut,” kata Edwin dalam keterangan pers, Sabtu (17/5).Sementara itu, perusahaan kurir dibatasi dalam menawarkan diskon maksimal tiga hari dalam sebulan. Potongan harga yang dibatasi misalnya, biaya kurir, angkutan antarkota, penyortiran, dan layanan penunjang lainnya.Edwin menyampaikan, bila diskon semacam ini terjadi terus-menerus, dampaknya bisa serius yakni kurir dibayar rendah, perusahaan kurir merugi, dan layanan semakin menurun.“Kami ingin menciptakan ekosistem layanan pos yang sehat, berkelanjutan, dan adil. Kalau tarif terus ditekan tanpa kendali, maka kesejahteraan kurir yang jadi taruhannya. Ini yang ingin kita jaga bersama,” kata dia. “Kami ingin pastikan para kurir bisa hidup layak dan perusahaan logistik tetap tumbuh. Ini bukan hanya soal tarif, tapi soal keadilan ekonomi.”Pasal 41 Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 mengatur tarif layanan pos komersial atau ongkos kirim. Metode perhitungannya didasarkan pada biaya, yang mencakup biaya produksi atau operasional ditambah margin.Biaya produksi atau operasional meliputi berbagai komponen seperti biaya tenaga kerja, transportasi, aplikasi, teknologi, serta biaya yang muncul dari kerja sama penyediaan sarana dan prasarana, maupun kerja sama dengan pelaku usaha atau individu.Pasal 45 memberikan ruang bagi penyelenggara pos untuk menerapkan potongan harga terhadap tarif layanan pos komersial sebagai bagian dari strategi usaha. Diskon hanya dapat diberikan secara berkelanjutan sepanjang tahun, apabila tarif yang dikenakan setelah dikorting tetap berada di atas atau sama dengan biaya pokok layanan.Jika diskon yang diterapkan justru menyebabkan tarif layanan menjadi di bawah biaya pokok, maka penerapannya dibatasi secara ketat. Pasal 45 ayat (4) mengatur korting, termasuk gratis ongkir, hanya dapat diberlakukan untuk kurun waktu tertentu dengan paling lama tiga hari dalam sebulan.Edwin menambahkan, regulasi baru ini disusun melalui dialog bersama pelaku industri kurir, asosiasi, dan pemangku kepentingan lainnya. Komdigi percaya bahwa keseimbangan antara efisiensi pasar dan perlindungan tenaga kerja adalah fondasi utama ekosistem digital yang sehat.
SiCepat dan Pos Indonesia Ungkap Dampak dari Pembatasan Diskon Jasa Kurir

Tag:Breaking News