Home / REGIONAL / Setia di Jalur Tradisi, Perajin Kuda Lumping Asal Semarang Ini Bertahan di Tengah Modernisasi

Setia di Jalur Tradisi, Perajin Kuda Lumping Asal Semarang Ini Bertahan di Tengah Modernisasi

UNGARAN, KOMPAS.com – Di tengah arus modernisasi dan gempuran teknologi digital, Teguh Rahayu Slamet (46), warga Dusun Polobogo, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, masih setia melestarikan kesenian tradisional kuda lumping.

Tak hanya sendiri, Teguh juga melibatkan istri dan anaknya dalam proses pembuatan karya seni berbahan dasar bambu ini.

Baca juga: Tradisi Suroan, PSHT Larang Jutaan Anggotanya Konvoi dan Tiadakan Ziarah Kubur Leluhur

Sehari-hari, Teguh menggantungkan hidupnya dari pembuatan kuda lumping.

Tangan terampilnya, dibantu anggota keluarga, memproduksi berbagai bentuk dan jenis kuda lumping yang kini peminatnya tersebar ke berbagai daerah di Indonesia.

Sedari kecil Teguh gemar bermain kuda lumping. Dia mulai coba-coba membuat kuda lumping pada 1994.

Awalnya, ia hanya membuat kuda lumping untuk dimainkan sendiri maupun dipakai oleh komunitas seni di sekitar tempat tinggalnya.

“Istilahnya saat itu ya asal buat, karena dibuat main sendiri dan paguyuban di lingkungan sini,” ujar Teguh saat ditemui, Minggu (18/5/2025).

Namun, perjalanan hidup mengubah arah. Setelah mencoba berbagai pekerjaan, mulai dari sopir hingga berdagang mainan, Teguh akhirnya memutuskan untuk menekuni pembuatan kuda lumping secara serius sejak 2002.

“Itu sejak 2002, mulai membuat dan menjual kuda lumping yang berkualitas,” ungkapnya.

Baca juga: Tari Kuda Lumping: Asal-usul, Keunikan, dan Makna

Pembuatan satu unit kuda lumping membutuhkan waktu minimal tiga hari, tergantung kondisi cuaca.

Prosesnya dimulai dari menganyam bambu, membuat rangka (gapit), pengeleman, pengecatan, hingga pemasangan rambut atau ekor.

“Untuk ekor atau rambut ini ada empat jenis, dari yang sintetis, ijuk, sapi, atau yang kuda. Kalau yang dari kuda ini paling mahal karena harus didatangkan dari daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur, apalagi yang rambut kuda warna putih, istilahnya paling istimewa,” kata Teguh.

 

Teguh menjelaskan bahwa model dan ukuran kuda lumping bisa disesuaikan dengan keinginan konsumen.

Ukuran standar biasanya panjang 120 cm, dengan desain warna dan lukisan yang juga bisa dimodifikasi.

“Model dan ukuran bisa menyesuaikan, kalau yang biasa itu kisaran ukuran panjang 120 centimeter. Untuk cat atau lukisan juga bisa menyesuaikan pemesan,” paparnya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *