Home / Jawa Timur / Sengketa 13 Pulau di Perairan Trenggalek-Tulungagung, Pemprov Diminta Tak Lepas Tangan

Sengketa 13 Pulau di Perairan Trenggalek-Tulungagung, Pemprov Diminta Tak Lepas Tangan

Surabaya – Polemik sengketa batas wialayah 13 pulau di perairan selatan Jawa Timur antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung belum menemukan titik terang.Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar bersikap pro aktif untuk menyelesaikan polemik sengketa 13 pulau tersebut.“Pemprov tidak boleh lepas tangan. Ini soal kredibilitas tata kelola wilayah. Kalau dulu setuju pulau itu masuk Trenggalek, ya sekarang harus dikawal,” kata Deni di Surabaya, Kamis (19/6/205).Deni menilai penetapan wilayah administratif 13 pulau tersebut melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 300 Tahun 2025, mengabaikan fakta sejarah dan kesepakatan lintas lembaga yang sebelumnya telah dibuat.Deni menegaskan, pada rapat resmi 11 Desember 2024 yang digelar di Gedung Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri telah secara sah menyepakati bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Trenggalek.Dalam rapat tersebut dihadiri oleh berbagai lembaga nasional seperti Kemendagri, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Pemprov Jatim.“Sudah ada berita acara kesepakatan yang jelas dan resmi, menyatakan bahwa 13 pulau itu masuk Trenggalek. Tapi mengapa dalam Kepmendagri terbaru justru dipindahkan ke Tulungagung? Ada apa sebenarnya dengan pulau-pulau ini?” kata Deni.Deni menyebut adanya indikasi potensi sumber daya alam yang signifikan di wilayah sengketa tersebut. Beberapa laporan menyebut kemungkinan adanya kandungan minyak dan gas, yang patut dicurigai sebagai faktor di balik keputusan pemindahan wilayah administratif pulau-pulau tersebut.“Kalau benar ada indikasi migas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan diam-diam yang melukai rasa keadilan masyarakat. Ini bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berhak,” ujar politikus PDI Perjuangan ini. Deni pun mendorong agar keputusan Kemendagri segera direvisi, mengingat Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang bagi perubahan keputusan pejabat tata usaha negara jika ditemukan kekeliruan atau ketidaksesuaian data.“Jangan sampai seperti ini terus. Pemerintah pusat harus berani mengoreksi jika ada kekeliruan. Pulau ini bisa jadi sumber konflik di masa depan jika dibiarkan,” ujarnya.Dia mencontohkan penyelesaian cepat yang pernah dilakukan pemerintah pusat dalam konflik serupa antara Aceh dan Sumatera Utara.Menurutnya, preseden itu menunjukkan bahwa persoalan seperti ini bisa diselesaikan secara adil jika ada kemauan politik.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *