Home / Ekonomi / Selat Hormuz: Jalur Vital Minyak Dunia dan Dampak Potensi Konflik Global

Selat Hormuz: Jalur Vital Minyak Dunia dan Dampak Potensi Konflik Global

Jakarta – Selat Hormuz adalah jalur laut sempit yang terletak di antara Teluk Oman dan Teluk Persia. Selat Hormuz memisahkan Iran dari Uni Emirat Arab dan menjadi salah satu jalur pengiriman minyak terpenting di dunia. Mengapa Selat Hormuz begitu penting? Apa saja potensi risiko yang mengintai di jalur vital ini? Bagaimana dampaknya jika terjadi gangguan?Sebagai jalur utama pengiriman minyak mentah dari negara-negara Teluk Persia, Selat Hormuz memiliki peran strategis dalam perekonomian global. Setiap hari, puluhan kapal tanker minyak melintasi selat ini, mengangkut jutaan barel minyak ke berbagai penjuru dunia. Gangguan pada jalur ini dapat memicu gejolak harga minyak dan berdampak luas pada berbagai sektor industri.Namun, Selat Hormuz juga menjadi titik rawan konflik akibat ketegangan geopolitik di kawasan tersebut. Ancaman penutupan selat oleh Iran kerap kali dilontarkan, menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan energi global. Berdasarkan Badan Informasi Energi Amerika Serikat (AS) atau the US Energy Information Administration, sekitar 20% konsumsi minyak global mengalir melalui selat tersebut yang oleh badan itu digambarkan sebagai “titik sempit transit minyak terpenting di dunia”, demikian mengutip dari Al Jazeera, Selasa (17/6/2025).Selama konflik Iran-Irak antara 1980 dan 1988, yang menewaskan ratusan ribu orang di kedua belah pihak, kedua negara menargetkan kapal-kapal komersial di teluk yang kemudian dikenal sebagai Perang Tanker, tetapi Hormuz tidak pernah ditutup sepenuhnya.Berdasarkan Badan Informasi Energi Amerika Serikat (AS) atau the US Energy Information Administration, sekitar 20% konsumsi minyak global mengalir melalui selat tersebut yang oleh badan itu digambarkan sebagai “titik sempit transit minyak terpenting di dunia”, demikian mengutip dari Al Jazeera, Selasa (17/6/2025).Selama konflik Iran-Irak antara 1980 dan 1988, yang menewaskan ratusan ribu orang di kedua belah pihak, kedua negara menargetkan kapal-kapal komersial di teluk yang kemudian dikenal sebagai Perang Tanker, tetapi Hormuz tidak pernah ditutup sepenuhnya.Selain itu, pada 2023, sekitar 20 juta barel per hari minyak mentah dan produk olahan melewati Selat Hormuz yang mewakiliki hampir 30% dari total perdagangan minyak global. Sebagian besar volume ini, sekitar 70% ditujukan untuk Asia dengan China, India dan Jepang sebagai penerima terbesar.Infrastruktur pipa alternatif meskipun tersedia, tetapi terbatas. IEA prediksi hanya 4,2 juta barel minyak per hari yang dapat dialihkan melalui jalur darat seperti pipa Timur-Bara milik Arab Saudi ke Laut Merah dan pipa minyak mentah Abu Dhabi milik Uni Emirat Arab ke Fujairah, demikian seperti dikutip dari Euro News, Selasa (17/6/2025).Kapasitas ini hanya mewakili seperempat dari volume harian tipikal yang melewati selat tersebut.“Setiap krisis yang berkepanjangan di Selat Hormuz tidak hanya akan menganggu pengiriman dari produsen utama Teluk, Arab Saudi, UEA, Kuwait, Irak dan Qatar tetapi juga membuat sebagian besar kapasitas produksi cadangan dunia yang terkonsentrasi di Teluk Persia, tidak dapat diakses,” demikian laporan IEA.Pasar LNG bahkan lebih rentan terhadap potensi gangguan. Semua ekspor LNG dari Qatar, eksportir LNG terbesar kedua di dunia dan UER harus melewati selat tersebut. IEA melaporkan 90 miliar meter kubik (bcm) LNG melewati selat itu dalam 10 bulan pertama 2023, setara dengan 20% dari perdagangan LNG global.Tanpa rute alternatif yang layak untuk ekspor LNG dari Qatar dan UEA, penutupan maritim apapun akan sangat memperketat pasokan global.Sekitar 80% dari volume LNG ini ditujukan untuk Asia, sementara Eropa menerima sekitar 20% yang berarti gangguan akan memperburuk persaingan antarwilayah terutama di pasar yang ketat.“Banyaknya minyak yang melewati selat dan minimnya rute alternatif berarti gangguan singkat sekalipun akan berdampak signifikan bagi pasar global,” kata IEA, seperti dikutip dari Euro News.Penutupan meski tutup tetap menjadi skenario dengan probabilitas rendah, analis sepakat ancaman itu sendiri sudah cukup untuk mendorong volatilitas ke pasar energi.Harga minyak naik 13% pekan lalu di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran. Meskipun harga telah sedikit mereda setelah laporan mengonfirmasi infrastruktur energi Iran tetap tidak tersentuh oleh serangan Israel, risiko eskalasi lebih lanjut, dan potensi gangguan pada aliran energi global tetap tinggi.Goldman Sachs memperingatkan skenario risiko ekstrem yang melibatkan penutupan selat dalam jangka panjang dapat mendorong harga jauh di atas USD 100 per barel.Bank investasi itu memprediksi Iran saat ini memproduksi Iran saat ini memproduksi sekitar 3,6 juta barel per hari (mb/d) minyak mentah dan 0,8 mb/d konsentrat, dengan total ekspor melalui laut rata-rata 2,1 mb/d sepanjang 2025, sebagian besar menuju China. Sementara itu, Head of Commodities Strategy ING, Warren Patterson menuturkan, pasar telah mulai memperhitungkan premi risiko geopolitik yang jauh lebih tinggi mengingat perkembangan terkini/Patterson menuturkan, gangguan apapun pada aliran minyak Iran akan cukup untuk menghilangkan surplus minyak yang diharapkan kuartal IV 2025. Hal ini mendorong harga minyak Brent mendekati USD 80 per barel.Namun, analis itu memperingatkan skenario yang lebih parah, seperti gangguan pengiriman melalui Selat Hormuz bisa jauh lebih berdampak.”Hampir sepertiga dari minyak global yang diangkut melalui laut melewati chokepoint,” ujar dia.Ia mengatakan, gangguan signifikan terhadap arus ini dapat menaikkan harga hingga USD 120 per barel terutama sebagian besar kapasitas cadangan OPEC terletak di Teluk Persia dan tidak dapat diakses dalam kondisi seperti itu.”Peningkatan ini juga berdampak pada pasar gas Eropa,” kata dia.Penutupan Selat Hormuz akan menimbulkan dampak domino terhadap ekonomi global. Gangguan pada pasokan minyak akan memicu kenaikan harga energi, yang kemudian akan berdampak pada biaya produksi di berbagai sektor industri.Selain kenaikan harga minyak, penutupan Selat Hormuz juga akan mengganggu rantai pasokan global. Penundaan impor bahan baku, elektronik, dan barang konsumsi akan terjadi, terutama di negara-negara Eropa yang sangat bergantung pada jalur pelayaran ini.Premi asuransi pengiriman juga akan meningkat jika Selat Hormuz ditutup. Hal ini akan semakin meningkatkan biaya perdagangan dan berdampak pada daya saing produk-produk ekspor.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *