BANDUNG, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang baru, Prof Didi Sukyadi menekankan pentingnya meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang saat ini baru mencapai 30 persen.
“Kita ingin menambah jumlah APK yang ada di Indonesia ini, yang saat ini baru 30 persen. Mudah-mudahan sesuai dengan harapan kita di tahun 2045 itu bisa 60 persen,” ungkap Didi usai pelantikan di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (16/6/2025).
Didi menjelaskan, salah satu strategi untuk meningkatkan APK adalah dengan memperkuat infrastruktur teknologi informasi dan sistem pembelajaran online berkualitas tinggi.
Baca juga: Walkout di Pelantikan Rektor UPI, Cucun Soroti Sumpah dalam Bahasa Inggris
“Tentu itu harus didukung oleh infrastruktur IT yang bagus, infrastruktur dosen dari berbagai bidang keahlian juga yang harus terus ditingkatkan,” ujarnya.
Penguatan riset juga menjadi fokus utama di bawah kepemimpinan Didi.
UPI akan mendorong hilirisasi riset yang sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 dan program Astacita Presiden.
“Riset ini diharapkan tak hanya menghasilkan publikasi ilmiah, tapi juga membantu menyelesaikan persoalan bangsa dan mendukung target global seperti tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs),” tambahnya.
Baca juga: Tanggapi Kebijakan Dedi Mulyadi, Guru Besar UPI: Kuncinya Kasih Sayang, Jangan Anak Terancam
Dalam aspek kesejahteraan, Didi menegaskan pentingnya optimalisasi sumber daya dan peningkatan kreativitas dosen dalam meraih pendanaan riset.
Ia menyebutkan, pendapatan institusi yang kini telah mencapai lebih dari Rp 1 triliun merupakan modal penting untuk meningkatkan kesejahteraan dosen, tenaga pendidikan, dan mahasiswa.
“Di samping itu kita juga perlu memperkuat kesejahteraan Bapak-Ibu dosen, termasuk juga mahasiswa,” ucapnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir menambahkan, UPI merupakan satu-satunya universitas yang mempertahankan label pendidikan.
“Hal ini penting karena peta sosiologis pendidikan Indonesia yang sangat kompleks baik yang diselenggarakan negara maupun swasta,” ujarnya.
Haedar mengingatkan, masih ada tiga indikator utama yang belum berhasil terdongkrak signifikan.
“Human Development Index (HDI) kita masih tertinggal, daya saing bangsa masih rendah, dan tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia masih di bawah rata-rata ASEAN,” tambahnya.
“Maka dari itu, kita harus melipatgandakan usaha, kebijakan, dan langkah-langkah yang super extraordinary—baik dari negara maupun dari sektor swasta. Jadi jangan hanya semangat secara normatif, padahal target kita adalah generasi emas 2045,” tutup Haedar.