Home / Liga Italia / Rapor Inter Milan Akhir Musim 2024/2025: Dua Wajah La Beneamata

Rapor Inter Milan Akhir Musim 2024/2025: Dua Wajah La Beneamata

Jakarta Inter Milan menyongsong musim 2024/2025 dengan ambisi setinggi langit. Setelah menjuarai Supercoppa Italiana dan meraih Scudetto musim lalu, pasukan Simone Inzaghi diharapkan bisa meraih prestasi yang lebih sensasional. Ekspektasi pun menggelora di benak tifosi: tahun ini bisa jadi tahun keemasan.Pada satu titik, Inter mulai terlihat bakal mampu menapaki jejak sejarah treble seperti yang pernah mereka raih pada 2010 silam. Namun, seiring berjalannya waktu, satu per satu harapan itu runtuh. La Beneamata kehilangan kesempatan di kompetisi domestik, satu demi satu. Kekalahan menyakitkan di final-final dan kegagalan di pekan terakhir Serie A meninggalkan luka yang sulit sembuh.Meski demikian, semua belum sepenuhnya sirna. Di Liga Champions, Inter justru menunjukkan wajah terbaiknya. Mereka melaju ke final, membawa serta asa terakhir untuk menutup musim dengan kejayaan.Musim ini, Inter adalah cerita tentang kegagalan dan peluang terakhir. Dua wajah berbeda yang membentuk satu narasi kompleks—tentang tim besar yang masih berusaha menggapai takdirnya.Supercoppa Italiana menjadi awalan yang menggugah. Inter mengalahkan Atalanta 2-0 dan melangkah ke final dengan keyakinan penuh. Namun, di momen yang menentukan, AC Milan menjegal mereka lewat skor 3-2 yang membalikkan cerita.Di Coppa Italia, kisah pahit itu berulang. Inter bersua Rossoneri lagi di partai puncak. Setelah bermain imbang 1-1 di leg pertama, pasukan Inzaghi ambruk di leg kedua—kalah telak 0-3 dan harus menerima kenyataan pahit lagi dari sang tetangga.Serie A menjadi penentu segalanya. Kemenangan 2-0 atas Como di pekan terakhir ternyata tak cukup. Napoli juga menang dan satu poin yang memisahkan membuat Scudetto terbang ke selatan.Inter finis sebagai runner-up. Namun, tidak ada medali perak untuk kegagalan mempertahankan gelar yang sudah dalam genggaman setahun lalu.Format baru Liga Champions memberi tantangan berbeda dan Inter menjawabnya dengan mantap. Dari delapan laga fase liga, mereka mencatatkan enam kemenangan, satu hasil imbang, dan hanya satu kekalahan. Yang lebih mencengangkan: hanya satu gol yang bersarang di gawang mereka.Finis di peringkat keempat, Inter melaju ke babak gugur sebagai salah satu unggulan. Feyenoord mereka lewati dengan agregat 4-1, lalu Bayern Munchen mereka tumbangkan 4-3. Lawan berat berikutnya, Barcelona, memberi perlawanan dramatis, tapi Inter menang 7-6 secara agregat.Kini, mereka berdiri di ambang kejayaan Eropa. Final melawan PSG di Allianz Arena, 31 Mei 2025, akan menjadi panggung terakhir. Di sanalah seluruh musim akan diuji nilainya—antara berhasil menutup cerita dengan tinta emas, atau menyaksikan semuanya jadi sia-sia.Untuk sementara, Liga Champions adalah satu-satunya cahaya dalam musim yang terlalu gelap di dalam negeri.Marcus Thuram mengambil panggung musim ini. Penyerang asal Prancis itu mencetak 14 gol dan menyumbang empat assist dalam 32 laga Serie A. Pergerakan dan insting golnya menjadi motor serangan Nerazzurri di banyak pertandingan krusial.Sebaliknya, kapten Lautaro Martinez kehilangan kilau. Penyerang Argentina itu hanya mencatatkan 12 gol dan tiga assist. Angka yang tidak buruk, tapi jelas menurun dibandingkan standar tinggi yang biasa ia tunjukkan.Ketiadaan ketajaman Lautaro menjadi sorotan besar. Andai performanya lebih konsisten, mungkin cerita di Serie A tak akan sesuram ini. Inter kehilangan pemimpinnya dalam banyak momen yang seharusnya jadi milik sang kapten.Di satu sisi, musim ini menunjukkan bahwa Inter tak bisa terlalu bertumpu pada satu sosok. Di sisi lain, ini juga jadi alarm bahwa regenerasi harus segera jadi prioritas.Dari total 58 pertandingan musim ini, Simone Inzaghi mencatatkan 37 kemenangan dan 13 hasil imbang. Hanya delapan kekalahan yang mereka derita, tapi delapan itulah yang paling menyakitkan. Inter mencetak 114 gol dan kebobolan 53, statistik yang mencerminkan dominasi dan kelemahan sekaligus.Di Liga Champions, Inzaghi menunjukkan kelasnya. Inter bermain dengan percaya diri dan efisien, menyingkirkan tim-tim raksasa dengan cara yang mengesankan. Taktik dan rotasi berjalan nyaris sempurna.Namun, di tanah Italia, Inzaghi kerap kehilangan momentum. Kekalahan di dua final dan kegagalan di Serie A menjadi noda yang tak bisa disembunyikan. Terutama dalam Derby della Madonnina, Inzaghi gagal mempersembahkan satu pun kemenangan dari lima pertemuan.Derby tanpa kemenangan itulah yang paling mencoreng catatannya. Tak peduli seberapa tajam strategi, Inzaghi butuh mentalitas juara yang lebih kokoh untuk menaklukkan negeri sendiri.Musim 2024/2025 menyajikan dua sisi Inter Milan: kekecewaan di domestik dan kebangkitan di Eropa. Mereka gagal menguasai Italia, tapi masih berpeluang menaklukkan Eropa. Dalam satu pertandingan tersisa, segalanya bisa berubah.PSG menanti di final Liga Champions. Jika Inzaghi dan pasukannya menang, maka musim ini akan tercatat sebagai kisah ketangguhan dan pembuktian. Jika kalah, maka semua perjuangan hanya akan menjadi catatan pahit. Kota Munchen akan jadi saksi.Yang pasti, La Beneamata telah menulis kisah penuh emosi musim ini. Akhir dari kisah itu akan menentukan apakah mereka dikenang karena kejayaan, atau karena kegagalan yang terlalu sering mendekat dan tak bisa dihindari.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *