Home / REGIONAL / Puskesmas Ng’empon, Kafe Penyaji Ramuan Rempah di Tengah Hegemoni Kopi Kota Malang

Puskesmas Ng’empon, Kafe Penyaji Ramuan Rempah di Tengah Hegemoni Kopi Kota Malang

MALANG, Di Kota Malang, di tengah hiruk pikuk dunia kopi yang seolah tidak pernah tidur, ada secangkir kehangatan lain yang diam-diam menyembuhkan.

Bukan dari mesin espresso, tapi dari rempah-rempah yang akrab di dapur nenek kita. Melahirkan sebuah tempat yang justru menawarkan jalan berbeda.

Bukan kopi, bukan teh kekinian, tapi rempah-rempah. Minuman yang akrab dengan image “jamu orangtua” itu justru disulap menjadi sajian menenangkan, segar dan akrab untuk semua kalangan termasuk anak-anak.

Tempat itu bernama Puskesmas Ng’empon, bukan sebuah fasilitas kesehatan milik Pemerintah.

Baca juga: Kisah Ridwan, Perawat Sapi Kurban di Semarang dengan Pijat dan Jamu Tradisional

Sulthon Amin, pemilik sekaligus penggagasnya, menyebut nama itu sebagai singkatan dari pusat minum empon-empon kesehatan, tapi juga menyematkan makna humoris sebagai pusat kesenangan mas-mas.

Sebuah cerminan karakter tempat yang tidak ingin terlalu serius, tapi tetap punya pesan kuat mengangkat derajat rempah-rempah sebagai warisan kesehatan yang layak diperlakukan istimewa.

“Awalnya teman saya, Michael Krismeidyan, sudah punya konsep. Tapi belum dijalankan. Saat kami bertemu, saya melihat potensi besar di situ.”

“Semua orang waktu itu jual kopi. Dari cafe sampai ‘dengklik’ pinggir jalan. Tapi tidak ada alternatif,” tutur dia.  

Sebagai seseorang yang bukan pecinta kopi, ia merasa ada kekosongan ruang. Yaitu tempat nongkrong yang ramah untuk yang tidak ingin atau tak bisa mengonsumsi kafein.

“Dari situ, kami putuskan bikin minuman rempah. Apalagi, rempah-rempah di pasar diperlakukan seperti barang tak berharga. Padahal, manfaat kesehatannya luar biasa,” kata Sulthon Amin.

Untuk itu Puskesmas Ng’empon pun merancang nama-nama menu dengan pendekatan yang jenaka dan spontan. Seperti Sidosemoyo, nama yang terinspirasi dari obrolan dengan tukang cukur.

Baca juga: Kisah Diyem, dari Gerobak Jamu Mampu Berhaji ke Tanah Suci

Lalu ada Jogotirto, hasil perenungan spontan saat mereka berhenti di dekat tempat penyimpanan air. Atau Noto Rogó, harapan agar yang meminumnya merasa tubuhnya lebih teratur dan sehat.

“Nama-nama itu muncul dari keseharian. Tidak ada yang dirancang muluk-muluk. Justru dari kelucuan dan spontanitas itu, orang-orang jadi lebih dekat dengan kami,” imbuh dia.

Selain itu keaslian bahan menjadi prioritas, seperti jahe, kunyit, kencur, kapulaga, hingga bunga lawang, semuanya digunakan dalam bentuk segar.

Minuman dari rempah-rempah dengan rasa modern ini disajikan dengan french press, alat yang biasanya digunakan untuk kopi.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *