JAKARTA, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, pungutan ekspor (PE) terhadap komoditas kelapa bulat diberlakukan agar hilirisasi tetap berjalan.
“Ya itu salah satu cara sebenarnya, yang PE itu kan salah satu cara biar hilirisasi tetap jalan,” ujar Mendag Budi usai acara Launching UKM Pangan Award di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Mendag menyatakan bahwa masalah utama komoditas kelapa bulat adalah soal harga yang sedang tinggi, sehingga para pelaku usaha berbondong-bondong mengekspor kelapa.
Salah satu tujuan ekspor kelapa bulat adalah China.
Baca juga: Menilik Peluang Ekspor Kelapa Indonesia ke China
Di Negeri Tirai Bambu, kelapa dipakai sebagai pengganti susu sapi, sebagaimana dikatakan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas).
Mendag Budi mengatakan bahwa pihaknya masih membahas besaran PE kelapa bulat.
“Besok disepakati berapa nilainya. Tapi kami akan cari solusinya, kalau semua diekspor nanti takutnya kebutuhan industri (dalam negeri) berkurang,” kata Budi.
“Nah kita cari solusinya supaya tidak semua diekspor sehingga kebutuhan dalam negeri tercukupi. Minggu ini rencananya kami akan putuskan mengenai PE,” ucap Mendag.
Adapun aturan PE kelapa bulat itu akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Saya pikir semua sudah sepakat kemarin. Sebenarnya sih prinsipnya sudah tidak ada masalah dan mau diputuskan bersama,” kata Budi usai agenda Harkonas 2025 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Minggu (18/5/2025), dikutip dari Kontan.
Kemendag mengusulkan adanya PE kelapa bulat setelah harga komoditas itu sempat melambung sampai Rp 30.000 per butir.
Budi mengatakan, Kemendag hanya sebatas memberikan pertimbangan atau mengusulkan saja. Aturan akan dikeluarkan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Baca juga: Redam Mahalnya Harga Kelapa, Pemerintah Pilih Pungutan Ekspor