JAKARTA, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan bahwa saat ini Thailand tengah agresif dalam menjaga industri otomotifnya dengan melakukan pendekatan langsung kepada prinsipal dari Jepang dan Korea Selatan.
Langkah tersebut diambil menyusul hengkangnya sejumlah merek besar di sana, seperti Subaru, Suzuki, hingga Honda dalam satu tahun terakhir.
“Mereka sekarang sangat agresif, terutama dalam menjalin hubungan dengan Jepang. Saya sendiri bertemu dengan perwakilan Thailand yang aktif hadir di berbagai seminar di Jepang dan Korea Selatan untuk mempromosikan investasi di negara mereka,” kata Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Baca juga: Perang Dagang dengan AS, Produsen China Lirik Investasi ke Indonesia
Ia menegaskan bahwa langkah Thailand ini layak mendapat perhatian serius, dan Indonesia tidak boleh bersikap pasif melihat negara tetangga begitu giat membangun relasi strategis dengan para pemain utama industri otomotif global.
Diketahui, Thailand memang sedang menghadapi gelombang penutupan pabrik oleh sejumlah produsen besar.
Subaru telah resmi menutup fasilitas produksinya di kawasan Lat Krabang pada Desember 2024 lalu, sementara Suzuki dijadwalkan menutup pabriknya pada akhir 2025.
Keputusan ini dipicu oleh penurunan penjualan dan penyesuaian strategi produksi global, yang membuat industri kendaraan bermotor Thailand semakin terpukul, di samping adanya gejolak politik dan ekonomi di internal.
Berdasarkan data ASEAN Automotive Federation dan OICA, tercatat bahwa penjualan mobil di Thailand sepanjang 2024 hanya mencapai 562.000 unit, atau sekitar 18 persen dari pangsa pasar otomotif ASEAN.
Meski demikian, alih-alih pasrah, pemerintah Thailand justru menjadikan situasi ini sebagai momentum untuk mengevaluasi strategi industri dan memperkuat daya saingnya.
Baca juga: Pajak Murah, Penjualan Mobil di Malaysia Makin Dekati Indonesia
Melihat dinamika tersebut, Kukuh menilai Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan posisi ekonominya yang lebih solid, terutama dari sisi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), sebagai daya tarik investasi yang kuat.
“Waktu pandemi 2020, produksi sempat turun ke 550.000 unit. Tapi ketika insentif diberikan, industri langsung bangkit. Ini membuktikan pentingnya dukungan pemerintah melalui insentif,” jelas Kukuh. “Kalau kita lambat merespons, bukan tidak mungkin kita mengalami hal serupa pada masa mendatang,” tutupnya.