Pemerintah Suriah Larang Bikini di Pantai Umum, Aturan Baru Wajibkan Burkini dan Baju Longgar

Damaskus – Pemerintah sementara Suriah mengeluarkan aturan baru yang mewajibkan penggunaan burkini atau pakaian renang tertutup bagi perempuan di seluruh pantai umum, sebagai bagian dari perubahan budaya yang mencerminkan pengaruh kekuasaan baru pasca-runtuhnya rezim Bashar al-Assad.Dalam pengumuman resmi yang diposting di Facebook pada Selasa, Menteri Pariwisata Mazen al-Salhani menyatakan bahwa kebijakan baru ini diterbitkan demi “kepentingan umum” dan untuk “menghormati selera publik serta kepekaan berbagai lapisan masyarakat.””Aturan baru ini mewajibkan semua pengunjung pantai dan kolam renang umum, baik wisatawan maupun warga lokal, untuk mengenakan pakaian renang yang sesuai dan lebih tertutup,” kata al-Salhani, seperti mengutip CNN, Rabu (11/6/2025).”Perempuan juga diharuskan mengenakan jubah longgar atau penutup tubuh saat berpindah dari pantai ke tempat lain.”Laki-laki pun terkena aturan serupa, dilarang tampil bertelanjang dada di area publik seperti lobi hotel dan tempat makan. Di luar area pantai dan kolam, disarankan untuk mengenakan pakaian longgar yang menutupi bahu dan lutut, serta menghindari pakaian ketat atau transparan.Meski demikian, aturan ini memberikan pengecualian bagi pantai dan kolam renang di hotel bintang empat ke atas serta resor bertaraf internasional, di mana pakaian renang ala Barat tetap diperbolehkan.Namun, belum ada kejelasan mengenai sanksi bagi pelanggar aturan ini, meski pihak kementerian menyebut akan ada pengawasan dari penjaga pantai dan petugas lokasi.  Kebijakan baru ini muncul di tengah pergeseran kekuasaan besar di Suriah. Pemerintahan sementara kini dipimpin oleh Ahmad al-Sharaa, mantan pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang sebelumnya dikenal sebagai Front al-Nusra.HTS, yang diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh AS dan Inggris, memimpin serangan cepat yang menggulingkan Assad pada Desember tahun lalu.Dalam konstitusi sementara yang diteken Maret lalu, al-Sharaa menetapkan bahwa Suriah akan berada dalam fase pemerintahan Islamis selama lima tahun. Ia juga menyebut bahwa penyusunan konstitusi baru kemungkinan memakan waktu tiga tahun, dengan potensi pemilu dalam lima tahun ke depan.Kelompok HAM internasional telah mengungkapkan kekhawatiran bahwa kekuasaan luas al-Sharaa dapat membahayakan perlindungan hak asasi manusia di Suriah, kecuali ada jaminan hukum yang kuat.Sementara itu, Menteri Pariwisata al-Salhani menyampaikan bahwa aturan baru ini merupakan bagian dari upaya menghidupkan kembali sektor pariwisata Suriah, menyusul pencabutan sanksi AS pada Mei 2025. Ia juga tengah menjajaki investasi miliaran dolar dari Qatar dan Arab Saudi.Pengamat menilai bahwa kewajiban mengenakan burkini mencerminkan arah baru kebijakan publik di bawah pemerintahan transisi Islamis—sebuah perubahan drastis dari era sekular Assad yang selama beberapa dekade membebaskan masyarakat dalam berpakaian, khususnya di sektor pariwisata.