Home / Industri / Pemerintah Perluas Penerima Harga Gas Murah, PLN dan Sektor Energi Masuk Daftar

Pemerintah Perluas Penerima Harga Gas Murah, PLN dan Sektor Energi Masuk Daftar

Pemerintah tengah menyusun revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 121 Tahun 2020 tentang Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sektor industri.Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan revisi ini akan mencakup perluasan sektor manufaktur penerima HGBT, dengan mempertimbangkan nilai tambah dari masing-masing sektor.Saat ini, ada tujuh sektor industri yang menikmati harga gas murah sebesar US$ 6 per mmbtu, yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.Yuliot menegaskan bahwa ketujuh sektor ini tetap akan mendapatkan HGBT dalam aturan yang direvisi. Namun, pemerintah membuka peluang bagi sektor-sektor lain untuk ikut menikmati insentif tersebut.“Jangan sampai kebijakan yang dibuat ‘A’, tapi kebutuhan industri adalah ‘B’. Harapannya mekanisme pengolahan dan HGBT bisa kami perluas. Ini segera,” ujar Yuliot dalam Dialog Nasional Himpunan Kawasan Industri, Kamis (19/6).Ia menyebutkan bahwa salah satu sektor baru yang akan memperoleh HGBT adalah energi, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurutnya, perluasan ini penting untuk memastikan efisiensi energi bagi sektor-sektor strategis, dan saat ini pembahasannya dilakukan bersama Kementerian Perindustrian melalui forum bersama dengan Kementerian ESDM.“Forum itu untuk melihat isu-isu yang terkait dengan ketersediaan energi ini,” katanya.Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan tarif HGBT baru yang dibagi menjadi dua kelompok. PLN akan memperoleh gas seharga US$ 7 per mmbtu, sementara tujuh sektor manufaktur tetap mendapatkan tarif sebesar US$ 6,5 per mmbtu. Peningkatan harga dari sebelumnya US$ 6 per mmbtu ini disebabkan oleh lonjakan harga gas dunia.Bahlil menegaskan bahwa HGBT merupakan bentuk insentif fiskal dari pemerintah. Meski kebijakan ini menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan dari penjualan gas, insentif tersebut dinilai mampu mendorong keberlanjutan industri dan meningkatkan kontribusi sektor hilir terhadap penerimaan negara.“Saya beri informasi, potensi pendapatan negara yang tidak bisa kita pungut akibat HGBT sejak 2020 sampai 2024 sebesar Rp87 triliun. Tapi itu terkonversi dengan pajak lain dari hasil hilirisasi. Jadi sebenarnya tidak hilang, cuma dia masuk dalam bentuk pendapatan yang lain,” ujar Bahlil.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *