Home / MONEY / Pangsa KPR Masih 10,16 Persen, BI Nilai Banyak Ruang Tumbuh

Pangsa KPR Masih 10,16 Persen, BI Nilai Banyak Ruang Tumbuh

JAKARTA, Bank Indonesia (BI) menilai ruang pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia masih terbuka lebar.

Hal ini seiring dengan masih rendahnya pangsa KPR terhadap total kredit nasional serta kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tertinggal dibanding negara-negara lain di kawasan.

Asisten Gubernur BI sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M. Juhro mengatakan, porsi KPR terhadap total kredit nasional baru 10,16 persen pada Maret 2025.

Rasio KPR terhadap PDB juga masih rendah yakni 5,08 persen di 2023. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti India yang sebesar 10,09 persen dan Thailand sebesar 15,16 persen.

“Ke depan, ruang peningkatan KPR masih terbuka, sehingga pangsa KPR diharapkan dapat terus ditingkatkan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, dikutip Selasa (20/5/2025).

Baca juga: NPL KPR Meningkat, OJK Waspadai Risiko pada Debitur Menengah ke Bawah

Menurutnya, sektor perumahan memiliki efek pengganda (forward dan backward linkage) yang tinggi dalam perekonomian. Oleh karena itu, peningkatan kredit KPR dinilai strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.

Selain itu, ketimpangan kepemilikan rumah (backlog) Indonesia mencapai 15 juta unit pada 2025. Jumlahnya naik 51,5 persen dari tahun 2023 yang hanya 9,9 juta unit.

“Backlog sektor perumahan juga masih cukup besar sehingga perlu terus didukung,” ucapnya.

Dari sisi pasokan, perbankan masih terindikasi untuk memberikan KPR. Hal ini tercermin dari angka Indeks Lending Standard (ILS) yang masih longgar namun perbankan cenderung lebih selektif dalam pemberian KPR.

Dari sisi risiko, BI mencatat rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) KPR per Maret 2025 sebesar 2,93 persen. Meski masih di bawah ambang batas risiko 5 persen, namun dia mengingatkan adanya tren kenaikan terutama pada segmen kelas menengah.

“Secara keseluruhan, NPL KPR terindikasi meningkat kendati masih terjaga. Kecenderungan NPL yang lebih tinggi adalah pada kelas menengah namun tetap di bawah 5 persen,” kata Solikin.

Baca juga: Curhat Nasabah KPR Floating, Manis di Awal Kesulitan Kemudian

Dalam upaya mendorong sektor properti, Solikin bilang, BI telah memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).

Terhitung mulai 1 April 2025, besaran insentif maksimum ditingkatkan dari 4 persen menjadi 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) dengan fokus insentif diarahkan pada sektor-sektor prioritas termasuk perumahan.

Hingga minggu kedua April 2025, BI telah memberikan insentif KLM sebesar Rp 370,6 triliun, meningkat sebesar Rp 78,3 triliun dari minggu keempat Maret 2025 sebesar Rp 292,3 triliun.

Khusus sektor perumahan, insentif KLM meningkat sebesar Rp 84 triliun dari minggu keempat Maret 2025 seiring dengan implementasi penguatan KLM pada 1 April 2025.

Insentif KLM diberikan masing-masing kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 161,7 triliun, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp 167,4 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 35,7 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) sebesar Rp 5,8 triliun.

Sementara mengenai kemungkinan penurunan suku bunga acuan, Solikin menyampaikan, pihaknya akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, nilai tukar rupiah, serta prospek inflasi, sebelum mengambil langkah kebijakan selanjutnya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *