Home / Peristiwa / OPINI: Regulasi Platform Digital, Alternatif Pilihan Arah Kebijakan dan Wadah Regulasi

OPINI: Regulasi Platform Digital, Alternatif Pilihan Arah Kebijakan dan Wadah Regulasi

Jakarta – Isu kesenjangan regulasi antara media penyiaran konvensional dan platform digital mengemuka saat ini. Dan cara untuk mengatasi kesenjangan regulasi tersebut adalah dengan meregulasi platform digital. Pertanyaannya adalah platform digital apa yang perlu diregulasi dan dalam hal apa? Apa bentuk regulasinya dan dimana regulasinya ditempatkan?Jawabannya tergantung dari arah kebijakan yang akan diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Apakah akan meregulasi: (1) salah satu dari platform digital yang broadcasting like atau yang non broadcasting like, atau (2) kedua duanya yaitu meregulasi platform digital yang broadcasting like dan yang non broadcasting like.Untuk memudahkan memilih arah kebijakan, ada baiknya dipahami dulu apa itu platform digital yang Broadcasting Like dan Non Broadcasting Like.Platform Digital Broadcasting LikePlatform Digital Broadcasting Like adalah platform digital yang memiliki karakteristik menyerupai siaran tradisional atau konvensional yaitu: (1) distribusi konten dilakukan secara satu ke banyak (one to many), (2) kontennya bersifat audio dan/atau visual, (3) dapat disajikan secara langsung (live) maupun dalam bentuk rekaman (recorded), dan (4) terbuka untuk publik serta menjangkau audiens luas.Platform yang masuk dalam kategori ini umumnya memiliki fungsi utama (main use case) sebagai media distribusi konten massal, baik dalam bentuk live streaming maupun video/audio on demand yang bersifat publik. Contoh platform dalam kategori ini antara lain : YouTube Live, TikTok Live, Facebook Live, Instagram Live, Twitch, Spotify (untuk podcast publik), serta layanan OTT seperti Netflix, Disney+, Vidio, dan iQIYI. Namun demikian, platform yang digunakan dalam konteks privat, misalnya video unlisted atau playlist pribadi, tidak serta merta masuk dalam kategori ini.Secara tabel platform digital yang bisa masuk kelompok Broadcasting Like adalah sebagai berikut:Platform Digital Non Broadcasting Like adalah platform digital yang tidak menyerupai siaran publik, melainkan lebih menekankan pada komunikasi interaktif, personal, atau berbasis permintaan individual.Platform ini mencakup layanan jejaring sosial, aplikasi pesan, forum komunitas, e-commerce, dan aplikasi berbasis kecerdasan buatan. Karakteristik utamanya meliputi : (1) komunikasi dua arah atau bersifat personal (two way or one to few), (2) fokus pada fungsi layanan atau jaringan sosial privat, dan (3) tidak mengandalkan distribusi konten audio visual secara terbuka dan luas seperti dalam siaran tradisional.Beberapa contoh platform yang termasuk kategori ini antara lain : Facebook (feed dan DM), Instagram, Twitter/X, WhatsApp, Telegram, Zoom, Google Search, Reddit, Spotify (on demand), ChatGPT, Shopee, hingga fitur live commerce seperti TikTok Shop. Meskipun beberapa platform memiliki fitur publik seperti feed atau story, namun fungsi dominannya tetap berbasis interaksi atau permintaan individu bukan penyiaran satu arah yang bersifat terbuka dan terprogram.Secara tabel platform digital yang bisa masuk kelompok Non Broadcasting Like adalah sebagai berikut:KeteranganFeed adalah:DM (Direct Message) adalah:Post adalah:On demand adalah:Live commerce adalah:Persamaan dan perbedaan platform digital Broadcasting Like dan Non Broadcasting LikePlatform Digital Broadcasting Like dan Non Broadcasting Like merupakan dua bagian dari ekosistem platform digital yang berkembang dalam lanskap media konvergensi. Keduanya memiliki sejumlah persamaan, di antaranya : sama-sama menggunakan internet sebagai medium distribusi, berfungsi untuk berbagi informasi atau menjalin komunikasi antar pengguna, dan sama sama dapat menjadi saluran konten publik maupun privat, tergantung pada penggunaan dan fitur yang dipilih.Perbedaannya terletak pada sejumlah aspek utama yaitu:Setiap arah kebijakan yang dipilih memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Jika kebijakan difokuskan hanya pada platform yang bersifat Broadcasting Like atau hanya yang bersifat Non Broadcasting Like maka :Kelebihannya:1.   Fokus dan spesifik sehingga lebih mudah merumuskan norma regulasi karena karakter platform yang seragam.2.   Efisiensi sumber daya sehingga tidak perlu membentuk banyak mekanisme atau lembaga pengawasan.3.   Implementasi lebih cepat dimana ruang lingkup yang terbatas memungkinkan akselerasi dukungan teknis dan politik.Kekurangannya:1.   Tidak menjawab kompleksitas ekosistem digital secara menyeluruh, karena banyak platform bersifat hibrida. Contohnya : TikTok bisa menjadi media sosial sekaligus live streaming.2.   Berpotensi diskriminatif karena platform dengan fungsi serupa bisa diperlakukan berbeda tergantung klasifikasi yang menimbulkan ketimpangan regulasi.3.   Potensi bias dan konflik kepentingan di mana pengaturan yang tidak menyeluruh dapat ditunggangi oleh kepentingan industri tertentu.Di lain pihak jika arah kebijakan diarahkan untuk meregulasi keduanya secara bersamaan baik platform digital yang Broadcasting Like dan yang Non Broadcasting Like maka :Kelebihannya:1.   Holistik dan adaptif terhadap realitas konvergensi media digital.2.   Mendorong keadilan regulasi (regulatory fairness) dengan memperlakukan pelaku industri berdasarkan fungsi bukan hanya jenis platform.3.   Meningkatkan perlindungan publik dari risiko konten berbahaya seperti hoaks, ujaran kebencian, kekerasan, eksploitasi anak, atau pelanggaran privasi.Kekurangannya:1.   Kompleksitas tinggi karena memerlukan pendekatan yang berbeda berdasarkan jenis layanan, fungsi, atau risiko masing masing.2.   Tuntutan kapasitas kelembagaan yang besar termasuk SDM, infrastruktur teknologi, dan koordinasi antar lembaga.3.   Risiko overregulation jika tidak disusun dengan hati hati yang justru dapat menghambat inovasi atau membuat pelaku industri ragu untuk beroperasi.Pengelompokan atau pengklasifikasian antara Broadcasting Like dan Non Broadcasting Like tidak bisa dilakukan secara kaku. Banyak platform bersifat hibrida atau multifungsi, tergantung fitur dan cara penggunaannya. Misalnya, YouTube dan TikTok bisa menjadi ruang privat maupun publik, tergantung pada pengaturan dan mode penggunaannya.Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan regulasi yang berbasis fungsi dan risiko (function based and risk based regulation) sehingga bukan sekadar berdasarkan nama atau kategori platform. Pendekatan ini lebih adil, fleksibel, dan sesuai dengan karakter media digital yang terus berkembang.  Yang dimaksud dengan regulasi berbasis fungsi dan dampak adalah pendekatan pengaturan yang tidak semata mata didasarkan pada jenis pelaku usaha atau nama platform, tetapi berdasarkan dua indikator utama yaitu :1.   Fungsi utama atau fungsi nyata yang dijalankan oleh suatu entitas atau platform. Misalnya :  apakah platform tersebut menyiarkan konten ke publik secara luas seperti siaran televisi, ataukah hanya berfungsi sebagai media komunikasi privat.2.   Risiko atau dampak yang ditimbulkan terhadap publik, pasar, dan tata kelola negara. Misalnya ada tidaknya potensi penyebaran hoaks, kekerasan, diskriminasi, pelanggaran privasi atau pengaruh negatif terhadap anak anak dan kelompok rentan.Pendekatan ini menekankan bahwa pengaturan dilakukan berdasarkan perilaku dan implikasi platform, bukan sekadar kategorisasi nama atau jenis media. Regulasi ini mempertimbangkan:1.   Fungsi dominan : apakah komunikasi yang dilakukan bersifat one to one atau one to many.2.   Tingkat risiko atau dampak ke publik : apakah diklasifikasikan sebagai rendah, sedang, atau tinggi.3.   Skalabilitas : dimana intensitas regulasi disesuaikan dengan tingkat risiko yang dihasilkan oleh suatu fungsi/platform.4.   Netralitas hukum dan teknologi : dalam hal ini pengaturan dapat diterapkan baik untuk media konvensional maupun media digital, tanpa diskriminasi terhadap bentuk teknologinya.Dengan demikian regulasi berbasis fungsi dan dampak memungkinkan terciptanya kerangka hukum yang lebih adil, adaptif, dan proporsional, sesuai dengan kompleksitas media digital dan konvergensinya. Dalam pengaturan platform digital, ada beberapa bentuk regulasi yang bisa diterapkan, yaitu :1.   Regulasi Langsung (Hard Regulation) yaitu regulasi yang sepenuhnya ditetapkan dan ditegakkan oleh negara melalui peraturan perundang undangan dan lembaga resmi.Regulasi ini akan mengikat secara hukum, disertai sanksi, dan dilaksanakan oleh otoritas negara. Contohnya :2.   Ko Regulasi (Co Regulation) yaitu kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri dalam merancang serta menerapkan aturan.Jadi ada peran negara dan industri, dilakukan secara partisipatif dan dituangkan dalam kode etik yang diakui negara. Contohnya :3.   Pengaturan Mandiri (Self Regulation) yaitu aturan yang dirumuskan dan ditegakkan sendiri oleh pelaku industri tanpa keterlibatan langsung dari pemerintah.Regulasi bersifat sukarela tapi mengikat secara internal, dilakukan oleh platform atau asosiasi dan tidak memiliki sanksi hukum langsung. Contohnya :4.   Regulasi Lunak (Soft Regulation) yaitu pendekatan regulasi berbasis norma sosial, standar etika, atau tekanan moral, tanpa sanksi hukum yang bersifat mengikat.Dalam hal ini regulasi bersifat fleksibel, tidak mengikat secara hukum, namun bisa berpengaruh besar pada reputasi dan perilaku pelaku industri. Contohnya :Untuk memudahkan penentuan arah kebijakan regulasi platform digital, berikut ini disusun matriks yang mengklasifikasikan platform berdasarkan fungsi utama, potensi risiko, aspek yang perlu diatur, dan jenis regulasi yang sesuai.Sebagai perbandingan, beberapa negara telah menerapkan regulasi terhadap platform digital atau layanan multiplatform dengan pendekatan yang beragam.Tabel berikut menunjukkan contoh model regulasi yang diterapkan di sejumlah negara:Salah satu pertanyaan strategis dalam mengatur platform digital adalah di Undang Undang (UU) mana sebaiknya regulasi tersebut di tempatkan? Apakah cukup melalui revisi UU Penyiaran, melalui UU ITE dan turunannya, atau justru membuat UU baru tentang Konvergensi Media. Penentuan pilihan regulasi ini memerlukan analisis salah satunya dari aspek kelebihan dan kekurangannya.Berikut adalah analisis komparatif dari ketiga opsi tersebut:Untuk mengatur platform digital dalam Undang Undang diperlukan pendekatan yang komprehensif dan adaptif dengan landasan konstitusional yang kuat, definisi dan klasifikasi platform yang jelas, serta tujuan dan ruang lingkup pengaturan yang tegas.Regulasi harus berprinsip pada transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, serta memuat norma, kewajiban, dan sanksi yang seimbang antara perlindungan publik dan keberlanjutan inovasi. Juga diperlukan kelembagaan yang kompeten dan moderen, harmonisasi dengan UU terkait, fleksibilitas terhadap perkembangan teknologi, serta mengacu pada praktik internasional terbaik.Partisipasi publik dan pelaku industri juga menjadi kunci agar regulasi tidak hanya sah secara hukum tetapi juga relevan, implementatif, dan berpihak pada kepentingan nasional di era digital.Oleh: Gilang Iskandar – Praktisi Media Penyiaran Televisi

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *