Home / Peristiwa / OPINI: Meninjau Kembali Kewajiban Siaran Lokal bagi TV Nasional di Era Multiplatform

OPINI: Meninjau Kembali Kewajiban Siaran Lokal bagi TV Nasional di Era Multiplatform

Jakarta Ketentuan siaran lokal 10% bagi stasiun televisi Sistem Siaran Jaringan (SSJ) atau lebih umum disebut sebagai televisi nasional ada di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Pasal 6 ayat (2) yang menyebutkan : Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyiarkan paling sedikit 10% dari total waktu siaran per hari untuk siaran lokal.PP ini merupakan turunan langsung dari Pasal 18 ayat (3) UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, yang mengatur Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) secara umum. Ketentuan ini berlaku untuk televisi yang bersiaran secara nasional melalui SSJ seperti SCTV, INDOSIAR, RCTI, MNCTV, GTV, TRANS TV, TRANS 7, ANTV, TV ONE, METRO TV dan lain lain. Dengan ketentuan ini maka di setiap daerah tempat stasiun tersebut bersiaran, harus menyelenggarakan siaran lokal minimal 10% dari total jam siaran perhari.Dalam P3SPS KPI Tahun 2012, siaran lokal didefinisikan sebagai siaran yang isi dan pengemasannya mengacu pada kepentingan masyarakat lokal serta diproduksi di wilayah lokal tersebut oleh sumber daya lokal. Unsur penting dari definisi ini adalah: isi dan pengemasan harus relevan dengan kebutuhan, nilai, dan budaya masyarakat setempat; produksi harus dilakukan di daerah tersebut, bukan hanya diputar ulang dari pusat atau Jakarta; melibatkan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal seperti griya produksi, pembawa acara, talent, jurnalis atau kru lokal.Sejak diberlakukan, ketentuan ini tidak serta merta bisa dijalankan oleh stasiun TV nasional karena menjadi cost center dan tidak akan mengangkat rating share program. Potensi iklan lokal masih jauh dari harapan karena pada kenyataannya di beberapa tempat, harga iklan radio ada yang lebih mahal dari iklan di televisi lokal. Pada akhirnya ketentuan ini mulai dijalankan oleh stasiun TV nasional demi memenuhi regulasi. Jadi dalam hal ini jangan bicara soal kualitas program karena prinsipnya yang penting ada. Tidak heran jika materi program siaran lokal di tayangkan berulang-ulang (re-run) sampai pemirsa sudah tidak mau lagi menonton tayangan tersebut.Jika pun ada program yang baru diproduksi (fresh) tetap saja pada akhirnya akan ditayang ulang dengan frekuesi tayang yang berbeda beda antar stasiun televisi sesuai pertimbangan dan kondisi masing masing. Kondisi ini tetap terjadi sampai pada saat tulisan ini dibuat. Selain karena regulasi yang memang dari awal tidak tepat, hal ini juga adalah konsekuensi dari kondisi ekonomi dan bisnis penyiaran yang sedang baik baik saja. Apalagi setelah dilanda pandemi Covid 19 dan masa setelah itu dimana kondisi industri penyiaran tidak semakin membaik. Pada saat yang sama telah terjadi disrupsi digital yang makin memperburuk kondisi industri penyiaran televisi dan radio.Sekarang hampir semua pihak menyadari bahwa kewajiban siaran lokal bagi televisi yang bersiaran secara nasional telah menjadi beban struktural dalam model bisnis media penyiaran. Di tengah kondisi ekonomi dan bisnis yang tidak baik, terjadi disrupsi digital dan terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi media, kewajiban ini perlu dievaluasi kembali. Siaran lokal telah terbukti hanya menjadi cost center dan tidak bisa menghasilkan pendapatan (create revenue) yang signifikan bagi TV nasional. Apalagi di dalam sistem penyiaran Indonesia, terdapat juga TV Lokal yang memang melayani wilayah lokal setempat.Adanya TV Lokal setempat dan platform digital dalam menyampaikan konten lokal telah mengurangi relevansi dan urgensi siaran lokal oleh TV nasional. Kewajiban menyelenggarakan siaran lokal bagi TV nasional ini adalah salah satu contoh dari regulasi yang dibuat tanpa analisa kelayakan dan lebih bersifat politis.Kita harus berani dan jujur mengakui bahwa apa yang diharapkan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan peraturan turunannya yang mewajibkan lembaga penyiaran yang bersiaran secara nasional menyelenggarkan siaran lokal, belum terwujud. Awalnya tujuan dari kewajiban ini adalah untuk memastikan adanya representasi dan kepentingan daerah serta untuk memperluas akses informasi masyarakat lokal setempat. Namun dalam praktik dan kenyataannya, kewajiban ini tidak selalu berbanding lurus dengan kebutuhan aktual pasar dan perubahan lanskap media.Ada banyak masalah dalam menyelenggarakan siaran lokal. Pertama, beban biaya yang tidak efisien karena (1) Produksi siaran lokal membutuhkan investasi sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi untuk distribusi konten di daerah. (2) Tidak ada skema subsidi atau insentif khusus dari negara, (3) Tidak menghasilkan revenue;Kedua, siaran lokal yang diselenggarakan TV nasional cenderung tidak menarik bagi pengiklan nasional maupun lokal karena daya jangkau terbatas dan segmentasi audiens yang kecil.Ketiga, siaran lokal menjadi cost center dalam laporan keuangan TV nasional. Keempat, sudah ada TV lokal yang bersiaran dengan cakupan lokal setempat. Dalam hal ini TV lokal lebih memiliki kapasitas untuk menyuarakan kepentingan daerah.Kelima, duplikasi fungsi antara siaran TV lokal dan siaran lokal TV nasional menyebabkan ketidakefisienan secara sistemik. Keenam, multiplatform telah mengubah pola konsumsi konten masyarakat. Konten lokal kini tidak hanya ada di siaran lokal televisi, tapi juga tersedia luas melalui media sosial, OTT, dan kanal YouTube komunitas. Ketujuh, audiens lebih memilih konten sesuai preferensi, bukan berbasis wilayah geografis penyiaran.Kenyataan atas siaran lokal ini makin membenarkan Theory of Media Convergence dari Henry Jenkins yang menjelaskan bahwa batas antara media nasional dan lokal telah mencair karena digitalisasi dan personalisasi konten. Kemudian membenarkan juga Economic Theory of Regulation dari Stigler yang menyatakan bahwa regulasi yang tidak sesuai dengan struktur pasar dan insentif ekonomi akan menimbulkan inefisiensi dan beban berlebihan.Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat tidak ada kewajiban siaran lokal bagi jaringan televisi nasional. Lokalitas ditangani oleh stasiun afiliasi atau independen di masing masing daerah yang memiliki fleksibilitas bisnis. Di Australia memang diberlakukan kewajiban siaran lokal tapi disertai dengan kebijakan insentif oleh pemerintah. Stasiun televisi BBC di Inggris diberi subsisi oleh Pemerintah dan  ditugaskan mewakili keberagaman regional.Atas apa yang sudah diuraikan sebelumnya maka sudah saatnya untuk meniadakan ketentuan yang mewajibkan TV nasional menyelenggarakan siaran lokal. Kewajiban siaran lokal biar saja diselenggarakan oleh TV lokal dan platform komunitas digital. Konvergensi media atau konvergensi digital tidak hanya menyangkut soal teknologi, tetapi juga budaya dan konten, yang memungkinkan konten lokal menyebar melalui kanal nasional, kanal internasional atau sebaliknya. Digitalisasi dan personalisasi konten memperkuat konvergensi, karena kini audiens dapat memilih konten dari mana saja, tanpa terikat lokasi geografis siaran.Hal penting yang perlu digarisbawahi bahwa evaluasi atas kewajiban siaran lokal bagi televisi nasional bukan berarti mengabaikan kepentingan lokal, tetapi karena untuk menyesuaikan strategi dengan realitas bisnis, realitas masyarakat dan perkembangan teknologi media saat ini.Pendekatan berbasis efisiensi dan keberlanjutan jauh lebih relevan dalam menciptakan ekosistem media yang sehat dan berdaya saing. Kini saatnya dilahirkan revisi regulasi yang adaptif terhadap penyehatan ekosistem digital dan tidak membebani lembaga penyiaran konvensional yang sedang bertransformasi di era multiplatform. Penulis: Praktisi Media Televisi, Gilang Iskandar

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *