JAKARTA, Neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) tercatat mengalami surplus terbesar pada periode Januari-April 2025, sementara dengan China, Indonesia mengalami defisit yang cukup signifikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia pada periode tersebut mengalami surplus sebesar 11,07 miliar dollar AS.
Surplus perdagangan luar negeri ini didorong oleh komoditas non-minyak dan gas (migas) yang mencapai 17,26 miliar dollar AS, sementara sektor migas justru mengalami defisit sebesar 6,19 miliar dollar AS.
Baca juga: Terendah Sejak 5 Tahun, Ini Penyebab Anjlonya Surplus Neraca Perdagangan April 2025
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa AS merupakan penyumbang surplus terbesar dalam neraca perdagangan Indonesia, dengan nilai surplus mencapai 5,44 miliar dollar AS.
“Surplus dagang dengan AS pada periode ini meningkat sekitar 1,07 miliar dollar AS atau 24,49 persen dibandingkan Januari-April 2024 yang sebesar 4,37 miliar dollar AS,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Lebih lanjut, Pudji menjelaskan bahwa surplus perdagangan dengan AS berasal dari sektor non-migas yang tercatat surplus 6,42 miliar dollar AS, meningkat 1,19 miliar dollar AS atau 22,75 persen dibandingkan tahun lalu.
Rincian lebih lanjut menunjukkan bahwa impor non-migas dari AS mencapai 2,95 miliar dollar AS, sementara ekspor non-migas mencapai 9,37 miliar dollar AS.
Komoditas yang berkontribusi pada surplus non-migas dengan AS selama Januari-April 2025 antara lain mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) sebesar 1,25 miliar dollar AS, alas kaki (HS 64) sebesar 838,4 juta dollar AS, dan pakaian serta aksesorinya rajutan (HS 61) sebesar 801,4 juta dollar AS.
Secara bulanan, neraca perdagangan Indonesia ke AS tercatat surplus 1,12 miliar dollar AS pada April 2025, dengan total ekspor sebesar 2,08 miliar dollar AS dan impor sebesar 960 juta dollar AS.
Di sisi lain, Indonesia mencatatkan defisit perdagangan terdalam dengan China, dengan nilai defisit mencapai 6,28 miliar dollar AS selama periode yang sama.
Baca juga: Neraca Perdagangan Indonesia Kembali Surplus, tapi Anjlok Dibanding Bulan Sebelumnya
Defisit ini meningkat signifikan, melonjak 3,26 miliar dollar AS atau 107,95 persen dibandingkan Januari-April 2024 yang sebesar 3,02 miliar dollar AS.
“Negara penyumbang defisit terdalam adalah yang pertama China yaitu sebesar minus 6,28 miliar dollar AS, yang kedua Singapura yaitu sebesar minus 2,41 miliar dollar AS, dan yang ketiga adalah Australia yaitu sebesar minus 1,75 miliar dollar AS,” jelas Pudji.
Defisit perdagangan dengan China disebabkan oleh defisit perdagangan non-migas yang mencapai 6,90 miliar dollar AS, meningkat 3,49 miliar dollar AS atau 102,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Rincian lebih lanjut menunjukkan bahwa impor non-migas dari China mencapai 25,77 miliar dollar AS, sementara ekspor non-migas hanya sebesar 18,87 miliar dollar AS.
Komoditas yang menyumbang defisit non-migas dengan China mencakup mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) sebesar -5,72 miliar dollar AS, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) sebesar -5,20 miliar dollar AS, dan kendaraan serta bagiannya (HS 87) sebesar -1,38 miliar dollar AS.
Meskipun demikian, Pudji mencatat bahwa beberapa komoditas ekspor ke China, seperti besi dan baja (HS 72), nikel dan barang daripadanya (HS 75), serta lemak dan minyak hewan atau nabati (HS 15), mengalami peningkatan signifikan.