Home / Islami / Naskah Khutbah Jumat 30 Mei 2025: Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hikmahnya

Naskah Khutbah Jumat 30 Mei 2025: Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hikmahnya

Jakarta – Menteri Agama RI Nasaruddin Umar menetapkan awal Dzulhijjah 1446 H jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025. Keputusan ini ditetapkan berdasarkan hasil sidang isbat dan pemantauan hilal di 114 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.Dzulhijjah merupakan bulan ke-12 atau terakhir dalam penanggalan Hijriah. Dzulhijjah termasuk bulan yang dimuliakan dalam Islam, bersama tiga bulan lainnya yakni Dzulqa’dah, Muharram, dan Rajab. Para ulama sering mengingatkan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah untuk diisi dengan amal saleh. Dasar anjuran ini ialah hadis Rasulullah SAW bahwa sepuluh hari pertama Dzulhijjah termasuk waktu yang disukai Allah.Hal tersebut merupakan bagian dari keistimewaan bulan Dzulhijjah. Untuk mengetahui lebih banyak tentang keistimewaan Dzulhijjah dan hikmah di baliknya, redaksi mengetengahkan teks khutbah Jumat dengan materi tersebut.Naskah khutbah Jumat berjudul “Mengulik Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hikmahnya” ini dapat disampaikan khatib pada Jumat, 30 Mei 2025. Semoga materi khutbah Jumat yang dinukil dari laman Pesantren Lirboyo ini bermanfaat untuk khalayak. Aaamiin. Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah Swt.Pada kesempatan yang mulia ini, di hari yang mulia ini, tak henti-hentinya Khotib mengajak diri sendiri secara pribadi dan kepada Jama’ah semuanya untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Sebab hanya dengan ketakwaan seorang mukmin bisa disebut mukmin sejati, dan hanya ketakwaanlah sebaik-baiknya bekal untuk menghadapi ujian di kehidupan dunia yang fana ini.Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman;“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (QS. At-Taubah: 36)Salah satu bulan dari ke-empat bulan yang dikehendaki dalam ayat tersebut adalah bulan Dzulhijjah, itu artinya bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimulyakan oleh Allah Swt. sebab sebagaimana kita ketahui bahwa dalam bulan ini terdapat keistimewaan yang tidak ada dalam bulan-bulan yang lain. Dilaksanakannya salah satu rukun Islam yakni haji dan diselenggarakannya hari raya kurban adalah sebagian dari keistimewaan bulan Dzulhijjah.Dalam sebuah hadist Rasulullah menjelaskan;“Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim).Sehingga dalam salah satu kesempatan khutbah Jumat di bulan ini Rasulullah menyampaikan;“Hadis dari Ibnu Abbas RA, sesungguhnya Rasulullah ﷺ berkhutbah kepada para umatnya pada hari ‘Idul Qurban. Nabi bersabda: “Wahai para manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: Ini Hari haram. Wahai para manusia, negara apakah ini? Mereka menjawab: Ini negara haram. Wahai para manusia, bulan apakah ini? Mereka menjawab: Ini bulan haram.” Nabi Muhammad bersabda lagi: “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan anggota tubuhmu itu haram sebagaimana keharaman hari ini, di negara ini dan bulan ini.” (HR Imam Bukhari)  Kalimat Rasulullah dalam khutbah tersebut diulang-ulang dan dilanjutkan dengan doa dan penegasan bahwa khutbah itu sebagai wasiat pada umatnya. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi pertumpahan darah antara umat Islam dengan kaum kafir setelah hari ‘Idul Qurban itu.   Dari hadis tersebut, paling tidak kita dapat mengambil tiga pesan dari Rasulullah Saw.  Pertama, seorang pemimpin umat Islam harus berkomunikasi dan selalu membimbing umatnya. Salah satu cara komunikasi itu yakni dengan mengingatkan betapa pentingnya hari dan bulan yang mulia dan diharamkan oleh Allah. Memperingati hari dan bulan haram (mulia) adalah dengan melaksanakan sunnah Rasulullah: berpuasa, bertaqarrub dan beramal sosial secara istiqamah. Dan di bulan haram, tidak diperbolehkan perang (beradu fisik dan menebar fitnah). Kedua, dalam sebuah kemulian ada tempat hidup yang selalu digunakan untuk beribadah, Nabi menyebutnya dengan kata balad. Kata balad bisa diartikan dengan: daerah, negeri, desa, kampung, tanah air.  Jika Nabi Muhammad ﷺ menyebut kata balad dalam khutbah ‘Idul Adha, maka perlu kita ambil hikmah bahwa betapa cintanya Nabi Muhammad kepada tanah airnya sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali (Makkah). Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al Qashah: 85)  Dan ketiga, betapa pentingnya menjadikan Islam sebagai agama yang mendorong lahirnya perdamaian, bukan agama kekerasan penuh peperangan.Sejarah perintah berqurban kepada Nabi Ibrahim yang diminta menyembelih putranya (Nabi Ismail) dan kemudian diganti domba adalah sebuah bukti bahwa Islam sangat melindungi hak asasi manusia dan cinta perdamaian.Syaikh Utsman bin Hasan Al Khaubawi dalam kitab Durratun Nashihin memberikan penjelasan bahwa perjalanan Nabi Ibrahim dari negeri Syam hingga Makkah dalam mengikuti perintah Allah diabadikan dalam rangkaian ibadah sunnah puasa Tarwiyah (yataraw, memikirkan diri atas mimpi menyembelih anaknya) dan puasa Arafah (‘arafa, tahu dan yakin bahwa mimpi itu dari Allah). Arafah juga menjadi tempat puncak ibadah haji. Dan kemudian hari kesepuluh Dzulhijjah menjadi penyembelihan (nahr).  Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah,Rasa syukur Nabi Ibrahim atas tidak jadinya menyembelih putranya, diganti dengan menyembelih 1.000 kambing, 300 lembu dan 100 unta demi taat kepada Allah. Jelas sekali bahwa qurban ini menjadi ibadah sosial yang sangat mengangkat derajat para peternak hewan dan menjadi bukti emansipasi kepada kaum dlu’afa yang menerima manfaat pembagian daging qurban.  Di penghujung khutbah ini, dengan semangat ‘Idul Adha, mari kita tetap teguhkan bahwa agama Islam yang kita anut menjadi Islam rahmatan lil ‘alamin, agama penebar kasih sayang. Dan mari kita isi, hari demi hari hidup di Indonesia dengan teguh memegang ajaran agama Islam dan cinta tanah air dalam rangka menyempurnakan keimanan kita.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *