Malang – Upacara kasada atau yadnya kasada merupakan sebuah ritual adat yang dilaksanakan masyarakat suku Tengger di empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Probolinggo. Tradisi tahunan ini digelar pada hari ke-15 dalam bulan Kasada atau bulan ke-12 dalam penanggalan orang Tengger.Tradisi yadnya kasada digelar sebagai simbol pengabdian kepada Sang Hyang Widhi. Selain itu, juga sebagai simbol pengorbanan, penyucian diri, rasa syukur, penjagaan hubungan harmonis dengan alam, penghormatan pada leluhur, serta harapan agar dijauhkan dari bahaya dan malapetaka.Jika tak dilaksanakan, masyarakat Suku Tengger percaya akan ada dampak negatif. Dampak tersebut bisa berkaitan dengan keberkahan dan kesejahteraan masyarakat setempat.Dalam tradisi ini, orang-orang Tengger akan berjalan kaki menuju kawah dengan membawa berbagai sesajen. Saat sampai di kawah Gunung Bromo, mereka akan melempar sesajen yang berupa buah-buahan, sayuran, hewan ternak, dan hasil bumi lainnya.Asal-usul Yadnya KasadaMengutip dari laman Indonesia Kaya, tradisi yadnya kasada sudah dilaksanakan sejak masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-13 M. Asal-usul tradisi ini berkaitan dengan awal mula kedatangan orang Tengger di wilayah tersebut.Vesi pertama berkaitan dengan mitos memberi korban ke kawah Gunung Bromo. Konon, nama Tengger merupakan gabungan dari dua nama leluhur mereka, yakni Rara Anteng (Teng) dan Joko Seger (Ger).Rara Anteng merupakan putri Raja Brawijaya, sedangkan Joko Seger merupakan putra seorang Brahmana Kediri. Keduanya menikah dan hidup di sekitar wilayah Penanjakan yang lokasinya tak jauh dari Gunung Bromo.Karena tak memiliki anak dalam waktu lama, mereka pun berdoa kepada Sang Hyang Widhi dan berjanji akan mengorbankan salah satu anaknya jika akhirnya diberikan anak. Tak lama kemudian, Rara Anteng hamil dan melahirkan.Dari 25 anak yang mereka miliki, ada satu anak yang menghilang setelah lahir, yakni Raden Kusuma. Mereka kemudian mendengar suara Raden Kusuma keluar dari kawah Gunung Bromo.Dari sanalah lahir upacara yadnya kasada. Konon, masyarakat Tengger yang dianggap sebagai keturunan Rara Anteng dan Joko Seger dapat hidup sejahtera jika memberi korban ke kawah Gunung Bromo. Memberi korban yang dimaksud adalah memberikan persembahan berupa sebagian hasil panen dan ternak.Versi lainnya tak berbeda jauh dari versi sebelumnya. Sejumlah prasasti di sekitar pegunungan Bromo dan Negarakertagama juga menuliskan bahwa orang Tengger telah bermukim di kawasan Tengger sejak masa Majapahit. Orang-orang Tengger sebagian besar hidup sebagai petani. Kondisi alam sekitar pegunungan yang dingin memaksa mereka untuk bekerja sepanjang hari agar tubuh tetap hangat.Alhasil, mereka memiliki panen melimpah dan segala kebutuhan pun tercukupi melalui alam sekitar. Orang Tengger menganggap Gunung Bromo sebagai gunung suci yang telah menjadi bagian dari alam. Sebagai bentuk penghormatan sekaligus upaya menjaga hubungan harmonis dengan alam, mereka pun melemparkan apa saja ke kawah.Gunung Bromo yang berkawah merupakan gunung terendah di antara gunung-gunung lain di kawasan Tengger. Mereka percaya, apa pun yang dilempar ke dalam kawah bermakna penghormatan pada alam sekaligus penyucian.Kawah yang digunakan untuk melempar sesaji pada tradisi yadnya kasada juga disebut sebagai pelabuhan. Hal ini karena orang-orang Tengger melabuhkan semua persembahan atau sesajen ke kawah tersebut. Setiap sesajen dianggap sebagai pesan dari leluhur mereka, Kyai Kusuma atau Raden Kusuma.Pelaksanaan Yadnya Kasada dari Masa ke MasaRitual yadnya kasada yang sudah ada sejak zaman dahulu masih terus diwariskan hingga sekarang. Tak banyak perubahan yang terjadi, kecuali menyangkut bentuk-bentuk sesajen dan rangkaian acaranya.Dahulu, yadnya kasada tak memiliki rangkaian acara lain. Memasuki 1980-an, orang-orang Tengger mulai menambahkan sejumlah mata acara berupa tarian dan musik tradisional.Selain itu, ada juga mata acara tambahan lainnya terkait dengan pengukuhan seseorang di luar Tengger sebagai warga kehormatan Tengger. Pengukuhan ini dilakukan oleh dukun pandhita atau pemimpin upacara adat dan keagamaan di Tengger.Secara keseluruhan, yadnya kasada memiliki tiga tahapan besar. Tahap pertama berupa pengambilan air (mendhak tirta) yang diikuti oleh tradisi tidak tidur secara bergantian, pembukaan kasada (makemit), serta menyucikan sarana dan alat kasada (melasti).Tahap kedua adalah pembukaan kasada berupa pertunjukan sendratari. Baru pada tahapan ketiga, dilakukan ritual membuang sesajen ke kawah secara beriringan dan berbaris.Upacara sakral ini terbuka untuk umum dan seluruh orang Tengger dari agama apa pun. Meski kental dengan ritual dan ajaran agama Hindu, tetapi berkah yadnya kasada diciptakan untuk semua orang.Penulis: Resla
Mitos Tradisi: Yadnya Kasada, Ritual Melempar Sesajen ke Kawah Gunung Bromo

Tag:Breaking News