Home / Sulawesi / Menondong Lapasi, Upacara Sakral di Tanah Minahasa

Menondong Lapasi, Upacara Sakral di Tanah Minahasa

Jakarta – Di balik panorama indah pesisir Manado Sulawesi Utara yang memeluk lautan biru dan langit tropis cerah, tersembunyi kekayaan budaya berlapis-lapis dalam laku-laku sakral. Kekayaan budaya ini membentang jauh sebelum zaman modern merayap masuk.Salah satu tradisi yang masih bertahan di tengah gelombang waktu adalah Menondong Lapasi, sebuah upacara penyembuhan tradisional yang hidup di kalangan masyarakat Minahasa. Tradisi ini bukan sekadar ritual adat yang dijalankan demi melestarikan warisan leluhur, tetapi merupakan ekspresi spiritualitas masyarakat lokal dalam menanggapi ancaman penyakit yang menyerang komunitas mereka.Menondong Lapasi biasa dilakukan ketika wabah atau musim penyakit merebak, terutama pada masa transisi cuaca yang memperbesar risiko sakit. Dalam konteks ini, upacara bukan hanya bertujuan untuk memohon kesembuhan bagi individu yang sakit, tetapi juga untuk membersihkan dan menyeimbangkan energi kampung agar terhindar dari bahaya tak kasat mata.Upacara Menondong Lapasi biasanya dipimpin oleh tokoh adat atau tetua kampung yang memiliki pengetahuan spiritual mendalam, semacam dukun atau pemangku adat yang dipercaya sebagai perantara antara dunia nyata dan dunia roh. Lapasi sendiri merujuk pada kondisi tidak enak badan, baik secara fisik maupun psikis, yang dipercaya memiliki akar dalam ketidakseimbangan spiritual atau akibat gangguan makhluk halus.Prosesi ini melibatkan berbagai perlengkapan tradisional, seperti daun-daunan khas yang digunakan untuk menyapu tubuh pasien, serta sesaji berupa makanan dan minuman yang dipercayai dapat menenangkan roh-roh penunggu. Dalam suasana yang khidmat, nyanyian-nyanyian ritmis dilantunkan dalam bahasa daerah, diselingi bunyi tetabuhan yang menambah aura mistis.Masyarakat sekitar pun turut hadir, bukan sebagai penonton, melainkan sebagai bagian dari komunitas yang bersama-sama memanjatkan doa, membangun energi kolektif untuk menolak bala dan memanggil kembali keseimbangan hidup. Semua ini menggambarkan bagaimana tubuh dan jiwa dipandang sebagai kesatuan yang tak terpisahkan dalam kosmologi tradisional Minahasa.Lebih dari sekadar prosesi penyembuhan, Menondong Lapasi mencerminkan cara pandang hidup masyarakat Manado terhadap penyakit dan kesehatan. Di tengah derasnya modernisasi dan gempuran sistem kesehatan konvensional, tradisi ini tetap eksis sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap reduksi nilai-nilai spiritual dalam praktik penyembuhan. Ia menjadi penanda bahwa dalam kehidupan masyarakat Minahasa, penyembuhan tidak hanya soal medis dan obat-obatan, tetapi juga soal merawat hubungan antara manusia dengan alam, leluhur, dan kekuatan adikodrati.Upacara ini menanamkan keyakinan bahwa penyakit bukan hanya akibat dari faktor biologis, tetapi juga bisa berasal dari pelanggaran etika sosial atau ketidakharmonisan dengan lingkungan sekitar.Dengan demikian, Menondong Lapasi bukan sekadar ritual kuno, melainkan jendela budaya yang menawarkan cara alternatif untuk memahami sakit dan sembuh secara lebih menyeluruh, bahkan holistik.Melestarikan Menondong Lapasi di era sekarang bukan hal mudah. Banyak generasi muda yang mulai kehilangan ikatan emosional terhadap tradisi ini, karena dianggap tak relevan dengan zaman.Namun, justru di tengah krisis kesehatan global dan meningkatnya kesadaran terhadap pendekatan holistik dalam penyembuhan, Menondong Lapasi menemukan makna barunya. Ia bisa menjadi inspirasi untuk membangun jembatan antara ilmu modern dan kebijaksanaan lokal, antara teknologi kedokteran dan kearifan leluhur.Ketika dunia mencari-cari metode penyembuhan yang lebih manusiawi dan berakar pada nilai-nilai budaya, masyarakat Minahasa sudah lama memilikinya dalam bentuk Menondong Lapasi.Tradisi ini adalah warisan tak ternilai yang tidak hanya perlu dilestarikan, tetapi juga dikenalkan kembali sebagai bagian dari kekayaan spiritual Indonesia yang penuh warna dan makna.Penulis: Belvana Fasya Saad

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *