Jakarta – Masjid Quba di Kota Madinah bukan hanya bangunan suci yang pertama kali dibangun Rasulullah SAW, tetapi juga simbol abadi kegotongroyongan dan persaudaraan umat Islam yang semangatnya tetap relevan hingga kini. Profesor Oman Fathurahman, seorang filolog dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, baru-baru ini bercerita tentang Masjid Quba langsung dari Madinah, Arab Saudi kepada Tim Media Center Haji Kementerian Agama (Kemenag).Duduk dengan latar Masjid Quba tampak belakang, Oman Fathurahman memulai penuturan ilmiahnya dengan kilas balik sejarah Masjid Quba. Ia mengatakan, Quba merupakan masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad atau Rasulullah SAW ketika beliau beserta para sahabat muhajirin pertama kali datang dari Makkah ke Madinah.Selama empat sampai lma hari, Rasulullah beserta para sahabat mampir di perkampungan Bani Amr bin Auf. Kemudian keluarga itu menghibahkan atau mewakafkan –kalau di istilah sekarang– tanahnya yang waktu itu baru sekitar 1200 meter persegi –perkiraan dalam ukuran sekarang, untuk dijadikan sebagai masjid.Rasulullah kemudian meletakkan batu pertama pembangunan masjid beserta dengan tiga sahabatnya yaitu Sayyidina Abu Bakar kemudian diikuti oleh Sayyidina Umar bin Khattab dan Sayyidina Utsman bin Affan. “Lalu, kemana Sayyidina Ali? Kita tahu bahwa Sayyidina Ali itu waktu itu diperintahkan untuk menutupi jejak Rasul ketika mau hijrah, tinggal di Makkah. Sehingga tidak ikut ke Madinah pada saat itu,” terang Oman yang juga Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama RI, Sabtu (21/6/2025).”Masjid Quba ini didirikan di tahun pertama Hijriah berarti kira-kira kalau masa itu tahun 622 Masehi. Pada masa itu setelah Rasulullah sekitar 12 atau 13 tahun berdakwah di Makkah,” sambungnya.Menurut Ketua Mustasyar Dini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2025 inii, Masjid Quba menjadi sangat penting di dalam sejarah Islam karena apa yang termaktub dalam surat At-Taubah ayat 108. Masjid Quba adalah masjid yang dimaksud dalam ayat itu: “lamasjidun ussisa ‘alat-taqwâ min awwali yaumin aḫaqqu an taqûma fîh”.Artinya, Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan salat di dalamnya.Maksudnya adalah Masjid Quba ini, waktu itu adalah masjid yang dirujuk oleh Rasul sebagai masjid yang lebih berhak untuk kita beribadah di dalamnya. Ketika Masjid Quba sudah berdiri, orang-orang munafik mendirikan masjid tandingan yang kemudian disebut di dalam AlQuran sebagai Masjid Diror. “Diror itu masjid yang buruk, masjid yang jelek karena niat mendirikan masjidnya itu untuk menyaingi supaya umat Muslim tidak salat di Masjid Quba pada saat itu. Maka kemudian diturunkanlah ayat ini,” ungkap Oman.Menurut Oman, Masjid Quba menggambarkan banyak hal. Pertama, didirikan secara gotong-royong. Kaum Muhajirin datang ke Madinah kemudian bersama-sama dengan kaum Anshar membangun masjid bersama-sama. “Bahan bakunya saat itu masih sangat sederhana. Dari batu yang ada, kemudian tiangnya juga dari tiang pohon kurma. Atapnya kemungkinan dari pelepah kurma dan itu sangat sederhana sekali,” ujar Oman.Dalam satu hadits Rasulullah mengatakan: “Barang siapa yang bersuci dari rumahnya,” maksudnya berwudu, “Kemudian datang ke Masjid Quba, kemudian ia melakukan sholat entah sholat wajib entah sholat sunat maka ia akan mendapatkan satu pahala umroh,” terangnya.Untuk itu, kita dianjurkan misalnya dari Masjid Nabawi, bisa jalan kaki menuju ke Masjid Quba, sekitar lima kilometer arah Tenggara Madinah letaknya.”Kemudian jaga wudu dari Masjid Nabawi itu sampai ke sini, salat tahiyatul masjid, atau salat dhuha. Kebiasaan Rasulullah adalah melakukan itu,” jelas cendekiawan asal Kuningan, Jawa Barat itu.Ia mengatakan, hampir setiap minggu dikisahkan bahwa Rasulullah datang ke Masjid Quba pada hari Sabtu pagi. Keunikan ini yang membuat kaum Muslimin mentradisikan untuk salat di Masjid Quba pada Sabtu pagi sampai saat ini.”Untuk jemaah haji atau jemaah umrah khususnya barangkali datang ziarah ke Masjid Quba mengandung banyak pelajaran. Mengandung pelajaran tentang gotong royong, tentang persatuan, dan terutama tentang niat mendirikan atau melakukan satu kebaikan,” kata Oman Fathurahman.Pada awal abad ke delapan era kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pada masa Abbasiyah, menara pertama Masjid Quba didirikan. Menara berikutnya hingga empat menara didirikan belakangan.Beberapa perluasan kemudian dilakukan pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz pada 1986. Perluasan dilakukan hingga mencapai 20 ribu meter persegi. Hingga sekarang dilakukan perluasan lagi sampai bisa menampung jemaah sekitar 60 ribu dan terus menyesuaikan perkembangan jemaah yang datang dari berbagai negara.Dalam penjelasannya, Oman mengatakan, dalam haji ada empat aspek yaitu, ibadah, ziarah, ijarah atau aspek ekonomi, dan aspek keilmuan. “Dari dulu juga seperti itu. Rasul juga kan memang pebisnis, ini tidak bisa terpisahkan dari sejarah Islam. Selalu ada aspek tijarah, bisnis. Sekarang masjid juga sama. Ekosistemnya itu terbentuk. Syiar-nya itu salah satunya ketika di sekelilingnya itu ada aktivitas ekonomi,” paparnya.Hanya saja dalam beberapa hal, Rasul mengingatkan untuk tidak melakukan transaksi di dalam masjid, tetapi di luar masjid. Hal itu menurut Oman, memang menjadi aktivitas sosial yang selalu ada, termasuk di wilayah Masjid Quba. Untuk diketahui, di halaman belakang Masjid Quba saat ini ada kawasan foodcourt yang cukup semarak.Oman menegaskan, masjid dijadikan sebagai pusat aktivitas umat Muslim, dalam hal keutamaannya. Bukan soal kemegahan, namun soal keutamaannya telah ditekankan dari sejarah awal Islam. Pada musim haj maupun saat umrah, selain Masjid Nabawi, masjid-masjid lainnya termasuk Masjid Quba menjadi pilihan destinasi jemaah untuk berziarah dan salat.
Mengenal Masjid Quba, Masjid Pertama yang Dibangun Rasulullah Punya Tradisi Unik yang Masih Dilakukan hingga Kini

Tag:Breaking News