Jakarta – Yogyakarta dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa, menyimpan berbagai simbol tradisi yang tidak lekang oleh waktu. Salah satu simbol paling ikonik yang sering dibawa pulang oleh wisatawan sebagai oleh-oleh Yogyakarta bukanlah makanan atau kerajinan biasa, melainkan sebuah benda kecil yang sarat akan makna yaitu blangkon.Dirangkum dari berbagai sumber, Blangkon adalah penutup kepala khas pria Jawa, terutama yang berasal dari lingkungan budaya keraton Yogyakarta. Ia bukan sekadar aksesori, melainkan representasi dari identitas, kepribadian, dan nilai-nilai hidup masyarakat Jawa yang penuh tata krama dan filosofi mendalam.Saat seseorang membeli blangkon, ia sejatinya sedang membawa pulang bukan hanya sepotong kain berbentuk unik, tetapi juga sepotong kebijaksanaan hidup orang Jawa yang disimpan dalam lipatan dan bentuknya.Dibuat dari batik tulis atau cap dengan corak khas, blangkon memiliki konstruksi rumit yang terdiri dari lipatan-lipatan yang dirancang dengan presisi, menunjukkan bahwa dalam budaya Jawa, bahkan hal-hal kecil pun diciptakan dengan niat dan makna yang terstruktur.Ketika dikenakan, blangkon tidak hanya memperindah penampilan, tetapi juga memberi rasa bangga dan pengingat bahwa hidup sebaiknya dijalani dengan kepala yang tegak, namun hati yang rendah. Keunikan blangkon sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta tidak hanya terletak pada bentuk fisiknya yang khas dan penuh karakter, melainkan juga pada perbedaan bentuk dan gaya yang menunjukkan dari mana seseorang berasal.Blangkon gaya Yogyakarta memiliki ciri khas tonjolan kecil di bagian belakang kepala, yang disebut mondholan. Mondholan ini bukan sekadar elemen estetis, melainkan juga mengandung makna filosofis mendalam, yaitu sebagai simbol bahwa manusia memiliki beban pikiran, tanggung jawab, dan pertimbangan dalam bertindak.Dalam filosofi Jawa, setiap keputusan harus diambil dengan pertimbangan matang, dan mondholan ini menjadi pengingat untuk selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Perbedaan gaya blangkon di berbagai daerah—seperti gaya Surakarta yang tidak memiliki tonjolan belakang—menunjukkan bahwa dalam kesatuan budaya Jawa pun terdapat keragaman yang memperkaya.Hal ini menjadikan blangkon lebih dari sekadar cendera mata, melainkan artefak hidup yang membawa cerita tentang asal-usul, nilai-nilai, dan filosofi masyarakatnya. Blangkon yang dibeli dari Yogyakarta menjadi simbol otentik budaya Jawa Mataraman, dan ketika dikenakan oleh seseorang dari luar daerah, ia menyampaikan rasa hormat serta ketertarikan terhadap warisan budaya yang luhur.Selain nilai simbolis dan filosofisnya, blangkon juga mencerminkan seni keterampilan tangan yang luar biasa dari para pengrajinnya. Membuat blangkon tidak bisa dilakukan sembarangan.Proses pembuatannya membutuhkan keterampilan khusus dan ketekunan, mulai dari pemilihan kain batik yang tepat, penyesuaian motif dengan bentuk kepala, hingga tahap perakitan yang melibatkan teknik lipatan tertentu dan penggunaan bahan penguat untuk membentuk struktur kokoh namun tetap nyaman dikenakan.Banyak pengrajin blangkon di kawasan Yogyakarta, terutama di daerah Kotagede, Bantul, dan sekitar Kraton, yang masih memproduksi blangkon secara manual menggunakan teknik turun-temurun. Blangkon-blangkon tersebut tidak hanya dijual sebagai oleh-oleh, tetapi juga digunakan dalam upacara adat, pertunjukan seni, bahkan pakaian resmi dalam acara kenegaraan.Dengan semakin tingginya minat masyarakat terhadap produk-produk bernuansa etnik dan lokal, blangkon pun kini banyak dijadikan aksesori fashion modern, tampil dalam beragam gaya dan variasi warna tanpa kehilangan esensi tradisionalnya.Membeli blangkon sebagai oleh-oleh bukan hanya sebuah bentuk konsumsi budaya, tetapi juga sebuah bentuk penghormatan terhadap keberlanjutan warisan budaya yang dijaga oleh tangan-tangan seniman lokal yang penuh dedikasi.Lebih jauh, blangkon bukan hanya menjadi benda simbolis yang menyatukan masa lalu dengan masa kini, melainkan juga menjadi jembatan identitas antargenerasi. Di tengah arus globalisasi dan gaya hidup modern yang semakin menjauh dari akar budaya lokal, kehadiran blangkon sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta menjadi semacam penegasan bahwa warisan budaya bukan untuk disimpan di museum, melainkan untuk dipakai, ditampilkan, dan dirayakan dalam kehidupan sehari-hari.Blangkon kini tak lagi hanya dikenakan oleh para bangsawan atau seniman tradisional, tetapi juga oleh anak muda dalam acara pernikahan, pentas seni, hingga konten digital kreatif. Perubahan cara pandang terhadap blangkon ini membuka ruang baru bagi pelestarian budaya yang adaptif tanpa harus kehilangan jati diri.Oleh karena itu, ketika wisatawan memilih blangkon sebagai buah tangan dari Yogyakarta, mereka bukan hanya membawa pulang suvenir, tetapi juga ikut serta dalam gerakan merawat dan memperkenalkan nilai-nilai budaya Jawa kepada dunia.Dalam bentuknya yang kecil dan sederhana, blangkon menyimpan kekayaan makna yang luar biasa luas ia adalah mahkota kecil yang mengajarkan nilai kesopanan, kebijaksanaan, dan cinta terhadap tradisi.Penulis: Belvana Fasya Saad
Mengenal Blangkon, Ikon Identitas Budaya Yogyakarta Oleh-Oleh yang Bernilai Filosofis

Tag:Breaking News