Pernah dengar keluhan soal urusan tanah? Pasti deh, Badan Pertanahan Nasional (BPN) sering banget jadi sasaran empuk kritik.
Rasanya, setiap ada masalah sengketa, legalitas, atau lambatnya proses, BPN selalu jadi pihak yang dicap sebagai “kambing hitam” atau satu-satunya yang disalahkan.
Tapi, benarkah demikian? Atau adakah akar masalah yang lebih kompleks di balik polemik pertanahan di Indonesia?
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab penuh atas administrasi pertanahan di Indonesia, BPN memang memegang peran krusial.
Baca juga: Tanah Diserobot Harus Lapor Ke Mana?
Dari pendaftaran hak milik, penerbitan sertifikat, hingga penyelesaian sengketa, semua ada di tangan BPN. Tak heran, ketika terjadi ketidakberesan, sorotan langsung mengarah ke sana.
Diakui atau tidak, masyarakat seringkali merasakan langsung dampak dari berbagai isu pertanahan.
Mulai dari proses yang lambat dan berbelit yang menyebabkan antrean panjang, persyaratan yang tak kunjung lengkap, hingga dugaan pungli seringkali menghantui masyarakat yang berurusan dengan BPN.
Belum lagi konflik kepemilikan tanah, baik antarindividu, dengan korporasi, atau bahkan dengan negara, seringkali menemukan jalan buntu di meja penyelesaian BPN.
Dan yang kerap terjadi adalah kasus sertifikat ganda yang merugikan banyak pihak juga menjadi momok yang kerap dikaitkan dengan kinerja BPN.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra mengaku sering menerima laporan dari masyarakat terkait tanah diserobot perorangan maupun perusahaan.
Baca juga: BPN Bantah Isu Perampasan Tanah yang Belum Bersertifikat Elektronik
Namun demikian, kata Bahtra, Badan Pertanahan Nasional (BPN) selalu menjadi pihak satu-satunya yang disalahkan atau kambing hitam.
“Dan sering kali, yang disalahkan hanya BPN, masyarakat tidak tahu pengurusan tanah ini juga tergantung pada alas hak dari tingkat bawah,” kata Bahtra.
Namun, apakah semua itu murni kesalahan BPN?
Meskipun BPN memegang peranan sentral, seringkali ada faktor-faktor lain yang turut memperkeruh masalah pertanahan, namun luput dari perhatian publik atau kurang disorot:
Di antaranya adalah Regulasi yang tumpang tindih. Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan terkait pertanahan yang kadang saling bertentangan atau tidak sinkron. Hal ini bisa menciptakan celah hukum dan kebingungan dalam implementasi.