BILANGAN prima memang selalu menarik untuk ditelusuri oleh manusia. Sekitar 300 tahun sebelum Masehi, Euklid sudah meyakini sifat infinitas jumlah angka prima.
Namun baru pada abad 18 setelah Masehi, Carl Friderich Gauss menyadari bahwa jumlah bilangan prima merosot sepanjang garis angka yang kemudian disebut sebagai teorem bilangan prima bahwa sekitar n/ln(n) tampil pada interval dari 0 sampai n.
Berarti layak disimpulkan bahwa teorem bilangan prima menawarkan cara mengira-ira tipikal distribusi bilangan prima pada gumpalan garis angka.
Teori dengan kenyataan tidak niscaya sama sebagai contoh menurut estimasi teorem bilangan prima dalam interval antara 1 dan 100 terdapat 100/ln(100) maka diduga ada sekitar 22 bilangan prima yang tidak sama dengan kenyataan, yaitu 25 berarti ada deviasi sebesar 3.
Di sini hadirlah hipotesa Riemann demi menghitung deviasi tersebut. Teorema bilangan prima menentukan distribusi rata-rata bilangan prima.
Hipotesis Riemann memberi tahu kita tentang deviasi dari rata-rata. Diformulasikan dalam makalah Riemann tahun 1859, hipotesis ini menegaskan bahwa semua nol “yang tidak jelas” dari fungsi zeta adalah bilangan kompleks dengan bagian riil 1/2.
Beberapa angka memiliki sifat khusus yang tidak dapat diekspresikan sebagai produk dari dua angka yang lebih kecil, misalnya, 2, 3, 5, 7, dst.
Angka-angka seperti itu disebut bilangan prima dan mereka memainkan peran penting, baik dalam matematika murni maupun aplikasinya.
Distribusi bilangan prima tersebut di antara semua bilangan aslinya tidak mengikuti pola yang teratur.
Matematikawan Jerman Georg Friederich Bernhard Riemann (1826 – 1866) mengamati bahwa frekuensi bilangan prima sangat erat kaitannya dengan perilaku fungsi rumit ζ(s) = 1 + 1/2 s + 1/3 s + 1/4 s + … yang kemudian disebut fungsi Zeta Riemann.
Hipotesis Riemann menyatakan bahwa semua solusi menarik dari persamaan ζ(s) = 0 terletak pada garis lurus vertikal tertentu.
Hal ini telah diperiksa untuk sekitar 10.000.000.000.000 alias 10 dengan 12 nol solusi pertama.
Bukti bahwa hal ini berlaku untuk setiap solusi yang menarik akan menjelaskan banyak misteri seputar distribusi bilangan prima gagasan Riemann yang oleh berbagai pihak dianggap secara matematikal melandasi teori relatifitas Einstein. Ada pula termasuk saya yang merasa gejala suasana ke arah entropi maupun kuantum.
Saya tidak malu mengaku diri saya awam matematika. Saya ikhlas, bahkan pasrah memilih untuk setuju saja hipotesa Riemann namun sudah barang tentu bukan berarti hipotesa Riemann dijamin pasti benar maupun tidak benar.
Maka bagi para beliau yang merasa mampu membuktikan bahwa hipotesa Riemann benar maupun tidak benar, silakan melakukan penghitungan sendiri dan mandiri terhadap hipotesa Riemann.
Bukan mustahil akan ada homo ultra sapiens yang mampu membuktikan hipotesa Riemann yang sejak abad XIX belum berhasil dibuktikan kebenaran maupun ketidak-benarannya itu ternyata benar atau tidak benar .