Jakarta – Sejumlah data ekonomi yang akan rilis pekan ini, tetapi pelaku pasar akan fokus pada dua agenda global.Pertama, FOMC yang kemungkinan suku bunga The Fed atau Federal Funds Rate (FFR) masih akan ditahan. Kedua, eskalasi konflik Israel dan Iran. Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi menjelaskan, konflik Israel-Iran meningkatkan kekhawatiran akan pecahnya perang besar di Timur Tengah. Negara-negara antara lain Lebanon (melalui Hezbollah), Suriah, dan Yaman (Houthi) diperkirakan bisa terlibat jika eskalasi terus berlanjut, serta campur tangan negara dengan kekuatan militer yang besar seperti AS.”Maka dari itu, pada pekan ini PT Indo Premier Sekuritas memproyeksikan IHSG akan melemah dengan support 6.994 dan resistance di 7.239,” ulas Imam dalam keterangan resmi, Senin (16/6/2025).Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada pekan lalu sebesar 0,74% di level 7.166,06 pada akhir perdagangan, Jumat, 13 Juni 2025. Meskipun menguat, IHSG sebenarnya membentuk pola shooting star yang merupakan salah satu jenis bearish candle.”IHSG sebenarnya sempat menguat di awal pekan karena adanya pertemuan AS dan China di London. Bahkan dalam sepekan, posisi tertinggi IHSG sempat berada di 7.239,95 karena AS dan Tiongkok telah menyepakati kerangka kerja untuk mengimplementasikan gencatan perang dagang,” jelas Iman.Namun belum lama perang dagang reda, timbul konflik baru bukan perang tarif. Kali ini perang sungguhan. Pada 13 Juni 2025, Israel dalam Operation Rising Lion melancarkan serangan udara terbesar ke wilayah Iran dalam sejarah konflik kedua negara. IHSG pun terdampak. Analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto prediksi, volatilitas jangka pendek hingga menengah akan tetap tinggi, dengan harga energi dan permintaan aset safe haven kemungkinan tetap meningkat. Ia prediksi kondisi ini berpotensi memicu arus keluar dana asing yang signifikan dari pasar saham Indonesia.Hal ini seiring eskalasi mendadak antara Iran dan Israel. Hal itu juga berdampak terhadap indeks Dow Jones yang turun 1,8% dan ditutup ke posisi 42.197,8 dan indeks S&P 500 melemah 1,1% ke posisi 5.977 pada pekan lalu.Gejolak pasar ini dipicu oleh operasi militer besar-besaran Israel terhadap Iran pada Jumat, 13 Juni 2025, yang kemudian dibalas oleh Iran. Konflik ini telah bergeser dari operasi rahasia dan perang proxy selama bertahun-tahun menjadi pertempuran militer langsung dengan intensitas tinggi.Ia mengatakan, biasanya saat terjadi ketegangan di Timur Tengah, harga minyak melonjak tajam, dengan Brent crude naik 7,3% ke USD 73,0 per barel. Permintaan terhadap aset safe haven juga meningkat, mendorong harga emas naik 1,4% ke USD 3.432 per troy ons.”Kami merekomendasikan sikap hati-hati terhadap saham Indonesia, dengan preferensi pada saham-saham terkait minyak dan emas seperti MEDC, ANTM, dan MDKA,” ujar Rully.Beberapa faktor kunci yang perlu dipantau menurut Rully antara lain serangan lanjutan Israel ke infrastruktur nuklir atau minyak Iran, potensi balasan Iran yang menargetkan Selat Hormuz, serta kemungkinan dimulainya kembali negosiasi nuklir atau upaya de-eskalasi.Untuk merespons perkembangan pasar yang akan banyak dipengaruhi eskalasi konflik Israel dan Iran, PT Indo Premier Sekuritas memberikan rekomendasi sejumlah saham yang menarik dicermati:1. Buy MEDC (Entry 1400, Target 1500, Stop Loss <1360).Konflik Israel dan Iran memicu kenaikan harga minyak secara global karena adanya kekhawatiran akan terganggunya jalur distribusi melalui Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak dunia.Sekitar 20% dari pasokan minyak dunia melewati Selat Hormuz setiap hari. Negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, dan UEA sangat bergantung pada jalur ini untuk mengekspor minyak mentah ke pasar global di Asia, Eropa, dan Amerika. Sebelumnya pada 2019 dan 2020, saat Iran dan AS bersitegang pada 2019 dan 2020, harga minyak sempat melonjak hingga lebih dari 10% dalam waktu singkat karena ancaman Iran menutup Selat Hormuz.2. Buy on Breakout ELSA (Entry 520, Target 545, Stop Loss <505).Seperti halnya MEDC, ELSA terpengaruh konflik terbaru. konflik Israel dan Iran memicu kenaikan harga minyak global karena adanya kekhawatiran terhadap terganggunya Selat Hormuz, jalur vital yang dilewati 20% pasokan minyak dunia setiap hari. Negara-negara besar pengekspor minyak sangat bergantung pada selat ini.3. Buy on Breakout ANTM (Entry 3350, Target 3600, Stop Loss <3240).Konflik antara Israel dan Iran, telah memicu gelombang safe haven flows. Goldman Sachs memproyeksi harga emas dunia akan menuju $3.700/t.oz pada akhir 2025. Di sisi lain BofA juga memproyeksi emas akan menuju kisaran $4.000/t.oz dalam 12 bulan ke depan, dengan konflik Timur Tengah sebagai katalis utama. Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Melihat Peluang Saham Energi hingga Emas di Tengah Perang Iran-Israel

Tag:Breaking News