DALAM sejumlah kesempatan perjumpaan, saya kerap mendengar ekspresi dari berbagai kelompok masyarakat bahwa bangsa ini sedang mengalami kebangkrutan moral.
Seorang anggota DPR mengatakan, berbicara etika dan moralitas, seperti bicara soal egg corner di sudut restoran hotel. Moralitas dan etika jauh dari percakapan arus utama. Ia berada di sudut-sudut ruang gelap.
“Sistem kita seperti killing field,” ujar Sudirman Said, Ketua Institute Harkat Negeri dalam obrolan siniar dengan saya.
Dalam sistem yang seakan menjadi “ladang pembantaian” justru orang-orang baik tersingkir dalam sistem yang kotor. Meritokrasi ditinggalkan. Bangsa ini mengarah pada kakiskorasi atau kliktokrasi.
“Kalau bukan klik-nya ya tak akan masuk dalam sistem,” ujar seorang guru besar.
Berbicara soal etika kehidupan, bangsa ini telah membuat “kontrak sosial” berupa pertobatan bangsa ketika terjadi krisis nasional melalui Gerakan Reformasi 1998.
Ketetapan MPR No Vi/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara adalah “pertobatan bangsa” atas segala perilaku merusak pada masa Orde Baru.
Baca juga: Pilkada Barito Utara: Peluit MK soal Alarm Demokrasi Elektoral
Tap MPR No VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara telah menjadi ”trigger mechanism” lahirnya kode etik atau code of conduct.
Hakim konstitusi punya kode etik, DPR punya kode etik, KPK punya kode etik, wartawan punya kode etik. Namun, pelanggaran etik tetap terjadi dan sepertinya dibiarkan saja.
Esensi pokok dari pelanggaran etik adalah benturan kepentingan (conflict of interest). Benturan kepentingan itu membahayakan.
Kerapuhan etika penyelenggara negara terjadi karena bangsa ini krisis keteladanan. Krisis keteladanan terjadi karena banyaknya benturan kepentingan.
Penyelenggara negara yang seharusnya membuat kebijakan, tapi juga punya usaha sejenis. Penyelenggara berteriak soal pentingnya mobil listrik, ternyata dia punya kerja sama usaha soal mobil listrik.
Yang mengurus tambang, punya usaha tambang. Yang harus diawasi, ikut menyeleksi calon pengawas. Rangkap jabatan adalah awal dari konflik kepentingan.
Etika Kehidupan 2001 menanamkan sejumlah butir etika kehidupan. Misalnya, etika sosial dan budaya yang dirumuskan sebagai budaya malu dan keteladanan.
Dalam etika pemerintahan diintroduksi budaya mundur, dalam etika ekonomi dan bisnis dimunculkan pesan untuk tidak menggunakan segala cara untuk meraih kentungan. Dalam etika hukum dipesankan agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan.