Jakarta Persatuan Mahasiswa Aceh Jakarta Raya tidak terima jika empat pulau yang sebelumnya bagian dari Aceh Singkil akan dimasukkan ke daerah Sumatera Utara (Sumut).Hal ini disampaikan saat menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Jumat (13/6/2025).”Memang ada dugaan-dugaan ke arah situ, migas (minyak dan gas). Sedangkan hari ini kami pemerintahan Aceh itu ada Badan Pengelola Migas di Aceh,” kata Koordinator Aksi, Muhammad Gamal.”Maka hari ini kami tidak terima ketika rumah kami yang sudah seharusnya bisa kami kelola secara mandiri dan itu lebih menguntungkan bagi kami rakyat Aceh, tiba-tiba diambil semena-mena oleh Kemendagri,” sambungnya.Meski empat pulau lebih dekat dengan Sumatera Utara (Sumut), namun tidak bisa serta merta memasukkan pulau tersebut dalam bagian atau daerah Sumut.”Dengan logika berpikir begitu, mengapa Kepulauan Seribu, pulau-pulau yang lain itu tidak dicaplok aja ke sana. Ini masalah harkat dan martabat rakyat Aceh, tidak boleh dinegosiasi lagi,” tegasnya.Saat ditanyakan soal rencana Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang ingin agar dikelola bersama dengan pemerintah Aceh, hal itu pun ditolak tegas.”Kami tidak menerima dikelola bersama, ini hak milik rakyat Aceh. Ini adalah keistimewaan rakyat Aceh. Dengan keistimewaan ini kami berharap mampu mengelola Aceh sendiri. Kita tahu juga, ada dana otsus, Aceh punya daerah otsus juga dan itu hampir habis,” Gamal menegaskan.”Kami tidak mau terlalu berharap dengan pemerintah pusat. Kami ingin mandiri sendiri dengan kekayaan kami yang ada di Aceh,” tambahnya.Selain itu, saat ditanyakan kembali apakah mereka akan mengambil langkah untuk melanjutkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu tidak akan mereka lakukan.”Kalau menggugat ke PTUN itu merupakan penghinaan bagi kami rakyat Aceh. Bagaimana kita menuntut ke PTUN sedangkan itu milik kami,” tegasnya.Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) turut merespons polemik sengketa empat pulau milik Aceh yang kini masuk wilayah Sumatera Utara (Sumut).Keempat pulau itu yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Empat pulau tersebut kini diperebutkan Pemprov Aceh dan Sumut.JK lantas menyinggung soal Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 di era Presiden Sukarno (Bung Karno) yang mengatur soal pemisahan Aceh dari wilayah Sumut.”Intinya adalah dulu Aceh itu bagian dari Sumatera Utara kemudian ada pemberontakan di sana. Maka Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi dengan otonomi khusus. Jadi dasarnya, orang tanya, apa dasarnya? undang-undang, dasarnya. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956,” kata JK di kediamannya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).Undang-undang tersebut, kata JK, juga menjadi rujukan saat pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani perjanjian Helsinki pada 2005 silam.”Mengenai perbatasan itu, ada di Pasal 114, mungkin Bab 1, ayat 1, titik 4, yang berbunyi ‘Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” ujar JK.Jusuf Kalla menjelaskan, UU 24/1956 yang diundangkan di era Bung Karno mengatur soal pemisahan Aceh dari wilayah Sumut pasca-pecahnya pemberontakan DI/TII.”Apa itu tahun 1956? Di-undang tahun 1956, ada Undang-undang tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Soekarno. Yang intinya adalah, dulu Aceh itu bagian dari Sumatera Utara, banyak residen. Kemudian Presiden, karena kemudian ada pemberontakan di sana, DI/TII, maka Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi dengan otonomi khusus. Jadi pemberdirian itu dengan kabupaten-kabupaten yang ada, itu intinya,” katanya.JK menegaskan, secara historis empat pulau Aceh Singkil yang kini diperebutkan itu masuk dalam wilayah Aceh, meski jarak geografisnya lebih dekat dengan Sumatera Utara.”Dalam sejarahnya, Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, itu secara historis, memang masuk Aceh, Aceh Singkil,” kata Jusuf Kalla.JK pun memberi contoh sebuah pulau yang lokasinya dekat Nusa Tenggara Timur (NTT), namun tetap masuk wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel).”Bahwa letaknya dekat Sumatera Utara itu biasa. Contohnya di Sulawesi Selatan, ada pulau yang dekat NTT, tapi tetap Sulawesi Selatan, walaupun dekat juga NTT. Itu biasa,” tambahnya. Soal polemik kepemilikan empat pulau yang beralih menjadi masuk wilayah Sumut, Pemprov Aceh menegaskan, seharusnya Kemendagri menjadikan kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada 1992, sebagai rujukan penetapan status kepemilikan empat pulau yang kini menjadi polemik tersebut.Saat ditemui wartawan di JCC, Kamis (12/5/2025), Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan keempat pulau tersebut sebenarnya punya kewenangan Aceh.”Jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dulu kala itu memang hak Aceh,” kata Muzakir Manaf.Saat ditanya mengapa Aceh tidak mendaftarkan pulaunya pada 2008 ke Kemendagri, Muzakir Manaf lalu mengatakan, dari segi apa saja, termasuk dari segi geografi, segi sejarah, dan perbatasan, empat pulau Aceh Singkil itu benar-benar milik Aceh. “Jadi saya rasa itu memang betul-betul hak Aceh, dari segi apa saja, dari segi geografi, dari segi sejarah, dari segi perbatasan. Jadi tidak perlu diminta apalagi, itu saja,” tegas Muzakir.Muzakir Manaf juga mengaku tidak membahas soal polemik empat pulau dengan Sumut tersebut saat bertemu dengan Presiden Prabowo di Jakarta.Baca juga Aceh Minta Mendagri Merujuk Kesepakatan Tahun 1992 Tentang Empat Pulau, Ini Isinya Reporter: Nur HabibieSumber: Merdeka.com
Mahasiswa Aceh Tak Terima 4 Pulau Dipindah ke Sumut: Penghinaan Terhadap Rakyat Aceh

Tag:Breaking News