Home / Peristiwa / Kuota Haji Indonesia 2026 Bakal Diumumkan 10 Juli 2025, Apakah Isi Nota Diplomatik Pengaruhi Alokasinya?

Kuota Haji Indonesia 2026 Bakal Diumumkan 10 Juli 2025, Apakah Isi Nota Diplomatik Pengaruhi Alokasinya?

Jeddah – Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief mengatakan bahwa hingga saat ini negara-negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia, belum menerima informasi seputar kuota haji 1447 H/2026 M. Menurutnya, kuota haji baru akan diumumkan oleh otoritas Arab Saudi pada 15 Muharram 1447 H.”Pengumuman secara resmi direncanakan pada 10 Juli 2025 atau bertepatan dengan 15 Muharram 1447 H melalui kanal resmi masar nusuk atau e-Hajj,” kata Hilman di Madinah kepada Media Center Haji (MCH) 2025, Jumat, 20 Juni 2025.Sejak 2022, kuota haji biasanya diumumkan oleh Kementerian Haji dan Umrah pada 12 Zulhijjah, bersamaan dengan perayaan malam penutupan penyelenggaraan ibadah haji. Pada tahun ini, kuota haji tidak langsung diumumkan. Pada malam penutupan itu hanya dibagikan informasi seputar timeline penyelenggaran ibadah haji 2026.”Saat ini, pemerintah Arab Saudi tengah membangun kesadaran dan kesiapsiagaan seluruh negara pengirim jemaah haji mengenai pola penyelenggaraan haji tahun depan, saat kuota resminya baru akan ditetapkan pada bulan depan,” jelasnya.Disinggung apakah Nota Diplomatik yang disampaikan Dubes Arab Saudi di Jakarta kepada Menteri Agama berdampak pada alokasi kuota, Hilman memastikan tidak ada implikasi terkait itu. “Catatan yang tercantum dalam nota diplomatik bersifat sebagai saran perbaikan, bukan teguran atau sanksi, serta tidak berimplikasi pada pengurangan kuota haji Indonesia,” ujarnya.Sebelumnya, nota diplomatik dari Duta Besar Arab Saudi di Jakarta perihal catatan penyelenggaraan haji 1446 H/2025 M bocor ke media massa. Nota diplomatik yang terbit pada 16 Juni 2025 itu hanya ditujukan pada tiga pihak, yakni Menteri Agama dan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta Direktur Timur Tengah pada Kementerian Luar Negeri.Ada lima isu yang menjadi catatan dan tantangan saat masa operasional. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menanggapinya sebagai dinamika penyelenggaraan ibadah haji yang sudah terselesaikan dan disampaikan penjelasannya kepada Kemenhaj.”Alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kita atasi di lapangan dan kita sampaikan penjelasannya kepada otoritas setempat. Surat tersebut berbicara tentang apa yang kita lakukan sejak dua sampai empat minggu lalu, yang tetap dimasukkan sebagai catatan untuk perbaikan oleh penyelenggara haji,” kata Hilman di Madinah, Jumat, 20 Juni 2025.”Kami ucapkan terima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi, khususnya Kementerian Haji dan Umrah yang bahu-membahu bersama kami, misi Haji Indonesia untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di lapangan,” sambungnya.Poin pertama adalah masalah koherensi data jamaah, baik yang masuk dalam E-Haj, Siskohat Kementerian Agama, dan manifes penerbangan. Dalam data tersebut, ditemukan beberapa nama jemaah yang berbeda-beda antara manifes dan jemaah yang ikut terbang dalam pesawat.”Alhamdulillah bisa kita tangani pada awal Mei di mana dalam satu pesawat ternyata ada beberapa jemaah yang berbeda syarikah,” sebut Hilman.Menurut Hilman, problem ini muncul akibat kondisi di lapangan, termasuk di embarkasi. Pada proses pemvisaan, ada beberapa nama yang batal berangkat karena beberapa sebab sehingga harus diganti dan tidak jarang tiba-tiba, seperti karena sakit, meninggal, atau sebab lainnya.”Ini sempat ramai, lalu kami jelaskan. Kami tentu tidak bisa juga membiarkan pesawat itu kosong karena ada orang yang sakit atau meninggal. Ketika temen-temen di lapangan masih memungkinkan untuk bisa mengganti, maka mereka akan menggantikan dengan penumpang berikutnya,” papar Hilman.”Akan hal ini, rekonsiliasi data setiap hari dan setiap malam dilakukan oleh tim Penyelenggara Haji dan Umrah atau misi haji Indonesia melalui Kantor Urusan Haji, dengan Kementerian Haji dan Syarikah. Kita bahu-membahu setiap hari untuk melakukan konsolidasi. Itu sudah selesai dan alhamdulillah lancar sebagaimana saat ini jemaah juga sudah bisa kembali ke Tanah Air,” sambungnya.Kedua, terkait pergerakan jemaah yang berangkat pada gelombang I dari Madinah ke Makkah. Di Madinah, jamaah haji dari satu penerbangan ditempatkan pada satu hotel. Namun ketika akan diberangkatkan ke Makkah, konfigurasinya harus berbasis Syarikah.Sementara ada kondisi konfigurasi sebagian kelompok kecil jemaah yang berbeda-beda Syarikah. Mereka lalu sementara tinggal dulu di Madinah.”Ditjen PHU atau Misi Haji Indonesia menyediakan transportasi sendiri. Ada yang memakai mobil lebih kecil atau minibus atau mobil yang lain. Inilah yang disebut dalam surat tersebut sebagai memberangkatkan tidak sesuai dengan prosedur,” jelas Hilman.”Kita sudah komunikasikan itu ke Kementerian Haji. Kita sudah sampaikan ke Syarikahnya. Jadi itu sudah disepakati. Tidak mungkin kita membawa orang dari Madinah ke Makkah tanpa ada kesepakatan dari lembaga terkait, Kemenhaj maupun Syarikah,” lanjutnya.Dugaan Penempatan Hotel yang Tidak LayakKetiga, terkait penempatan jemaah pada hotel di Makkah. Dijelaskan Hilman, mayoritas jemaah haji Indonesia tinggal di hotel masing-masing sesuai syarikahnya. Tujuannya, untuk mengamankan jemaah saat pergerakan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Namun, ada sejumlah jemaah yang terpisah dan berharap bisa bergabung dengan kloter besarnya, meski syarikahnya berbeda. Ada di antara jemaah yang memberi tahu kepindahan hotel mereka, tapi ada juga yang tidak memberitahu, baik kepada Kasektor maupun Ketua Kloternya.”Ini yang disebut sebagai penempatan yang tidak sesuai. Tapi kami sampaikan dan itu menjadi bahan diskusi kami setiap hari dengan Kementerian haji dan Syarikah penyedia layanan, termasuk penggabungan suami istri, lansia, dan pendampingnya. Jadi kalau mayoritas jemaahnya menempati hotelnya dengan benar sesuai dengan Syarikahnya,” ia menjelaskan.Kepindahan hotel untuk penggabungan jemaah, khususnya yang memiliki ikatan keluarga, juga dibolehkan. “Tugas dan fungsi kita sebagai penyelenggara haji adalah menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di lapangan. Alhamdulillah dengan koordinasi dan dukungan pemerintah Saudi yang solid dan baik, semua bisa teratasi, termasuk pada saat puncak haji,” ucapnya lagi.Keempat, terkait kesehatan jemaah. Menurut Hilman, tentang jumlah jemaah haji Indonesia yang lansia dan risiko tinggi cukup tinggi sudah didiskusikan sejak awal karena ada kekhawatiran dari Pemerintah Saudi. Jumlah jemaah yang wafat di 2025 melebihi tahun lalu sehingga jemaah lansia dan risti harus dijaga dengan baik oleh grup dan pendampingnya.”Ini juga menjadi catatan peringatan bagi mitra kita di KBIHU dan para pembimbing untuk jangan terlalu memaksakan ibadah sunah terlalu sering, terlalu banyak, kepada jemaah dengan kondisi khusus (lansia/risti) semacam itu. Ini kan masih terjadi, jadi masih masuk catatannya dalam nodip,” kata Hilman.”Harapan dari Kemenhaj melalui Nota Diplomatik itu adalah proses seleksi jemaah lebih ketat. Kalau berat dengan penyakit tertentu tidak berangkat, termasuk yang harus cuci darah. Pesan ini luas, termasuk untuk keluarga jemaah agar jangan merelakan anggota keluarga dengan kondisi yang berat harus pergi ke sini, sementara medan pelaksanaan haji begitu berat yang harus dijalani,” sambungnya.Kelima, penyembelihan hewan dam. Dijelaskan Hilman, mayoritas jemaah Indonesia melaksanakan haji Tamattu’, sehingga harus membayar dam. Untuk penyembelihan dam, Kemenag sudah menyampaikan kepada Kementerian Haji bahwa di Indonesia ada dua skema. Pertama, melalui Adhahi, perusahaan penyembelihan dan pengelolaan hewan yang diserahi mandat oleh Kerajaan untuk mengelola kurban dan hadyu.”Kita sudah berdiskusi banyak tentang itu. Kami juga sampaikan kebijakan kita sejak sebulan yang lalu kepada Kerajaan, bahwa di Indonesia masih ada yang memungkinkan untuk menyembelih dam di Tanah Air melalui Baznas,” sebut Hilman.”Kita sudah menyampaikan pesan ini kepada seluruh jemaah untuk bisa menggunakan platform hadyu dari Adahi. Tapi ini tidak mudah karena kewajiban itu muncul belakangan, sementara banyak masyarakat Indonesia melalui para pembimbing KBIH dan lain-lain sudah terlanjur berkomitmen dengan RPH (Rumah Potong Hewan), ada juga yang belanja ke pasar sendiri beli kambingnya, atau mitra dari mukimin. Sementara tahun ini Saudi begitu keras melarang hal tersebut,” ucap Hilman.”Mungkin di situ ada masalah lain, misalnya harga terlalu tinggi melalui Adahi. Kita sampaikan pada Kerajaan,” sambungnya.Terkait kontrak dengan Adahi, Hilman menjelaskan bahwa rancangan kontrak sudah ditandatangani pihak KUH. Namun, pihak Adahi belum menandatangani karena masih meminta kepastian jumlah kambing yang akan disembelih.”Kita sudah tahu fakta dan situasinya di KBIHU dan para pembimbing ibadah haji yang sudah terlanjur menbuat kesepakatan dengan pihak lain non-Adahi, sehingga kita tidak bisa dipastikan berapa orang yang akan menyembelih melalui Adahi,” paparnya.”Catatannya, ke depan masalah hadyu itu sudah harus menjadi bagian dari kebijakan pembiayaan, sehingga kalau voluntary tetap kita tidak bisa melakukan kontrak. Ini ke depan yang harus diperbaiki dalam kebijakan,” tandasnya.Hilman berharap penjelasan ini bisa menyelesaikan kehebohan atas Nota yang sebetulnya telah diselesaikan bersama dengan Kementerian Haji dan Umrah sejak sebelum puncak haji. Ia juga meminta pihak-pihak lain untuk tidak menjadikan isi nota diplomatik tersebut terlalu politis.”Sehingga ramai di sana sini, sementara yang melakukan itu sudah setiap hari bahas itu dengan yang buat suratnya. Sampai seminggu terakhir ini… Enggak ada lagi catatan, kurang ini, kurang ini, udah enggak ada. Insya allah mudah-mudahan smooth ya,” kata Hilman.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *