JAKARTA, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menyatakan, usul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) partai politik dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus diiringi dengan transparansi.
Bima menyatakan, transparansi ini penting agar uang yang digelontorkan negara untuk partai politik benar-benar jelas penggunaannya.
“Catatannya tentu harus diiringi dengan transparansi. Catatannya harus diiringi dengan alokasi yang jelas untuk apa,” kata Bima di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
Bima menjelaskan, setiap negara punya mekanisme pembiayaan partai politik yang berbeda-beda.
Baca juga: Istana Terbuka Kaji Usul Pimpinan KPK soal Parpol Dapat Dana Besar dari APBN
Amerika Serikat, misalnya, membuka pembiayaan swasta sehingga politiknya menjadi liberal, di mana penanam modal memiliki andil besar dalam menentukan arah kebijakan.
Namun, beberapa negara Eropa menggunakan sistem pendanaan oleh negara, yang memberikan bantuan kepada partai politik untuk melakukan fungsinya, seperti pendidikan politik dan kaderisasi.
Bima menyebutkan, usul agar partai politik dibiayai APBN juga banyak datang dari pihak akademisi agar posisi partai politik bisa lebih jelas dalam berkontribusi membangun negara.
“Jadi ini untuk menyehatkan partai politik, tapi itu tadi, harus jelas tentang besar, alokasinya, pertanggungjawaban, pengaturan seperti apa, jangan ditafsirkan ini (pendanaan) kemudian digunakan oleh kepentingan pengurus partai atau elite partai,” kata Bima.
Baca juga: Pimpinan KPK Usul Partai Politik Dapat Dana Besar dari APBN agar Tak Korupsi
“Uang ini harus sampai manfaatnya bagi warga, bagi rakyat,” kata politikus Partai Amanat Nasional tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengusulkan agar partai politik diberikan dana besar dari APBN agar tidak ada lagi korupsi yang menyangkut partai politik atau proses politik.
“KPK sudah beberapa kali memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberikan dana yang besar bagi partai politik,” kata Fitroh dalam webinar yang ditayangkan di kanal YouTube KPK pada 15 Mei 2025.
Fitroh mengatakan, penyebab utama dari korupsi adalah mahalnya sistem politik untuk menjadi pejabat, baik dari tingkat desa hingga presiden.
Sebab, mengikuti kontestasi politik untuk menduduki jabatan tertentu pasti mengeluarkan modal besar.
Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan memiliki pemodal untuk membiayai kontestasi politik.
“Nah, timbal baliknya apa? Yang sering terjadi di kasus korupsi timbal baliknya ketika menduduki jabatan tentu akan memberikan kemudahan bagi para pemodal ini untuk menjadi pelaksana kegiatan proyek-proyek di daerah, ini tidak bisa dipungkiri, sering terjadi,” ujar Fitroh.