JAKARTA, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyatakan, kasus kekerasan terhadap anak yang muncul di pemberitaan media massa hanya sebagian kecil dari yang sebenarnya terjadi.
“Yang sering kita lihat di televisi itu fenomena gunung es, ketika kita bandingkan dengan situasi di bawah, luar biasa,” kata Ai dalam rapat bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Ai mengatakan, hal ini selaras dengan data pengaduan yang dikumpulkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada periode 2021-2023.
Pada periode itu, setidaknya ada 48.789 pengaduan soal kekerasan anak se-Indonesia.
Baca juga: Anak 9 Tahun Bakar 13 Rumah di Sukabumi, Disebut karena Terinspirasi Film, Ini Kata KPAI
“Data simfoni Kementerian PPA sejak 2021-2023 itu pengaduannya melingkupi 48.789 kasus se-Indonesia. Sementara di KPAI 14.513 kasus. Dan itu melalui sistem pengaduan langsung maupun online,” ujar Ai.
Berdasarkan data tersebut, prevalensi kekerasan terhadap anak meningkat sejak 2021.
Sebab, awalnya ada 20 persen kasus kekerasan anak laki-laki, lalu naik menjadi 32 persen.
Sedangkan kekerasan terhadap anak perempuan yang awalnya 26 persen menjadi 36 persen.
Baca juga: Lemhannas Bela KPAI yang Disindir Dedi Mulyadi Soal Anak ke Barak
“Begitu pula temuan PPATK anak korban prostitusi online sejumlah 24.000 di antara usia 10-18 tahun dengan total transaksi 127 miliar dan temuan Polri hampir 42.000 konten kekerasan seksual dalam laporan fantasi seks sedarah yang melibatkan anak,” ujar Ai.
Lebih lanjut, menurut KPAI, rata-rata kasus paling banyak berasal dari lingkungan keluarga.
Banyak kasus di antaranya, misalnya, penelantaran nafkah anak.
“Memang data pengaduan setiap tahun itu mengalami fluktuasi, dan selalu yang tertinggi adalah lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif,” kata Ai.
Selain itu, banyak anak remaja dalam rentang usia 15-17 tahun kerap diadukan sebagai korban kejahatan seksual.
Baca juga: KPAI Minta Negara Tegas Sikapi Grup Inses di Facebook
Sementara terkait pelaku dalam kasus kekerasan terhadap anak, banyak dilakukan oleh orang dewasa usia 31-40 tahun.
“Ternyata yang tertinggi adalah mereka yang berusia 31-40 tahun. Ini menunjukkan seseorang yang sedang begitu kuat, ya, secara fisik dan psikis, tetapi ternyata berpotensi justru menjadi pelaku pelanggaran hak anak,” ucap Ai.