Home / REGIONAL / Kontroversi Ayam Goreng Widuran: dari Label Nonhalal hingga Dibuka Kembali

Kontroversi Ayam Goreng Widuran: dari Label Nonhalal hingga Dibuka Kembali

Rumah makan legendaris Ayam Goreng Widuran di Solo, Jawa Tengah, menjadi sorotan publik setelah secara terbuka menyatakan bahwa salah satu bahan dalam hidangannya berstatus nonhalal.

Keputusan ini memicu kekecewaan mendalam dari pelanggan, sebab pernyataan tersebut baru muncul setelah rumah makan ini beroperasi selama lebih dari 50 tahun sejak didirikan pada 1973 di Jalan Sutan Syahrir, Jebres.

Klarifikasi yang diunggah di akun Instagram @ayamgorengwiduransolo menyebutkan bahwa kremesan ayam menggunakan minyak nonhalal, sementara ayam gorengnya dimasak dengan minyak kelapa merek Barco.

Namun, keterlambatan informasi ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat yang kecewa.

Baca juga: Hasil Uji Lab Ayam Goreng Widuran Sudah Keluar, Ini Hasilnya

“Dari pihak karyawan tidak bisa menjelaskan. (Setelah ramai) dari pihak sini di Instagram langsung membuat klarifikasi (label nonhalal),” ujar salah satu karyawan, Nanang.

Tingginya tekanan publik mendorong Wali Kota Solo, Respati Ardi, untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada 26 Mei 2025. Saat pemilik rumah makan tidak berada di tempat, Respati menghubunginya melalui telepon dan meminta agar rumah makan ditutup sementara untuk penilaian ulang oleh dinas terkait.

“Saya imbau untuk ditutup dulu dilakukan assessment ulang oleh OPD-OPD terkait kehalalan dan ketidakhalalan,” jelas Respati.

Wali Kota juga meminta pemilik untuk secara resmi mengajukan sertifikasi—baik halal maupun nonhalal—guna memastikan keterbukaan kepada publik.

Pemkot Solo kemudian mengirim sampel bahan makanan ke Laboratorium Veteriner milik Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah di Boyolali. Hasil uji yang keluar pada 3 Juni 2025 menyatakan bahwa produk Ayam Goreng Widuran tidak mengandung babi, namun tetap dikategorikan nonhalal.

Berdasarkan hasil tersebut, Pemkot mengizinkan rumah makan untuk dibuka kembali, dengan syarat penulisan status nonhalal secara jelas dan mencolok di seluruh outlet dan media sosial.

“Kalau tidak (sertifikasi halal), silakan katakan jujur tidak halal dan ditulis sing gede (yang besar),” ujar Respati.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Solo, Ahmad Ulin Nur Hafsun, menegaskan bahwa sertifikasi halal tidak wajib, selama pelaku usaha secara terbuka menyatakan bahwa produknya nonhalal.

“Karena pemiliknya sudah menyatakan bahwa ayam gorengnya nonhalal, maka sudah jelas nonhalal. Maka tidak perlu untuk diproses sertifikasi halal,” katanya.

Meskipun menuai reaksi keras, Pemkot Solo tidak memberikan sanksi administratif maupun hukum kepada Ayam Goreng Widuran. Respati menekankan bahwa pemerintah kota tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan status halal atau memberi sanksi terhadap pelaku usaha.

“Kalau Pemkot tidak bisa memberikan sanksi apapun. Dan Pemkot tidak punya hak untuk ngomong halal dan tidak halal,” tegasnya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *