JAKARTA, KOMPAS.com – Laut itu dulu luas, biru, dan bersahabat. Tapi kini, bagi nelayan Marunda, laut tak ubahnya halaman belakang korporasi.
Tiang-tiang beton tumbuh di tempat ikan pernah berenang. Dinding reklamasi menjulang di atas harapan yang makin tenggelam.
Mereka, para nelayan yang sudah turun-temurun mengandalkan laut untuk hidup, kini cuma bisa memandang horizon yang perlahan tertutup tembok bisnis.
“Kalau ini dibiarkan, terjadinya marak reklamasi-reklamasi kecil yang dilakukan oleh korporasi, secara otomatis nelayan akan punah,” kata Muhammad Tahir, Ketua Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia, lirih namun tegas, saat ditemui Kompas.com di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilincing, Jakarta Utara, Senin (19/5/2025).
Baca juga: Nelayan Merugi Imbas Pagar Beton di Laut Marunda
Tahir bicara bukan untuk dirinya sendiri. Ia mewakili ribuan nelayan yang kini tak tahu harus mencari ikan ke mana.
Setiap proyek baru, setiap beton baru yang mencuat dari laut, adalah ancaman nyata bagi dapur mereka.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, seolah membiarkan mereka berjalan sendiri dalam kabut ketidakpastian.
“Kalau ini memang dilakukan, kami tidak segan-segan (melawan). Daripada kami mati kelaparan, lebih baik mati darah,” ucap Tahir.
Sekitar 25.000 nelayan, kata Tahir, siap turun ke jalan jika pemerintah tak kunjung menghentikan reklamasi.
Baca juga: Nelayan Sulit Cari Ikan Imbas Pagar Beton di Laut Marunda
Ia tak sedang menggertak, melainkan menyampaikan kenyataan yang mulai membara di dada para nelayan.
“Kami akan turun ke jalan dan kami akan melawan, siapa pun itu,” tegasnya.
Namun, sebelum itu, Tahir menyebut akan terlebih dahulu mengirimkan surat protes. Jika tak digubris, suara-suara dari laut akan berpindah ke aspal.
Sebelumnya, nelayan juga mengeluhkan keberadaan pagar beton di utara Marunda, yang diyakini sebagai bagian dari fondasi reklamasi oleh sebuah perusahaan swasta.
Tiga titik kini tengah dikembangkan yakni satu sudah menjadi pelabuhan batu bara, satu masih dikeruk, dan satu lagi baru pondasinya yang terlihat.
Semua dibangun di atas wilayah tangkapan ikan. Tempat yang dulu penuh harapan, kini hanya menyisakan kekosongan.
Baca juga: Muncul Pagar Beton di Laut Marunda, Diduga Bagian Proyek Reklamasi
Sejak itu, banyak nelayan harus pulang dengan keranjang kosong, dan perut yang tetap lapar.
(Reporter: Shinta Dwi Ayu | Editor: Fitria Chusna Farisa)