JAKARTA, Hingga saat ini sejumlah pihak masih terus mendorong keberlangsungan ekosistem truk dan bus listrik untuk keberlanjutan Net Zero Emission 2060. Namun ternyata masih ada sejumlah tantangan untuk truk dan bus listrik di Tanah Air.
Misalnya kesiapan infrastruktur dan harga barang yang masih mahal belum menarik minat konsumen.
Dimas, Senior Program Lead Urban Development WRI Indonesia mengatakan, WRI telah membuat sejumlah kajian dan menemukan beberapa cara untuk mengatasi permasalahan ini.
“Ada beberapa cara yang perlu didorong misalnya mengagregasi demand sehingga harga itu bisa lebih murah karena mencapai skala ekonomi. Kalau dari sisi insentif, berarti yang bisa dilakukan yaitu dari regulasi, kemudian dari sisi kebijakan fiskal apakah itu pajaknya bisa dikasih insentif untuk industri,” kata Dimas di Jakarta.
Baca juga: Transportasi Terpadu Harus Rendah Karbon
Baca juga: Perkawinan Dini dan Klenik dalam Novel Damar Kambang
Pada acara yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia, Rachmat Kaimuddin, mengatakan, elektrifikasi kendaraan pribadi sudah didorong oleh pemerintah namun untuk kendaraan berat seperti truk dan bus listrik masih belum terlihat.
Adapun pemberian insentif bagi kendaraan pribadi berbasis listrik saat adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), pemberian insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan bebas bea impor.
“Tantangan berikutnya adalah dekarbonisasi kendaraan berat, atau heavy-duty vehicle. Bus dan truk sebagian besar masih bergantung pada impor bahan bakar fosil. Oleh karena itu, dekarbonisasi kendaraan berat, dalam hal ini bus dan truk, harus segera dilaksanakan untuk mengurangi emisi sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional,” kata Rachmat.