Jakarta – Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menegaskan konteks dan makna dari kata ‘ok sip’ yang disampaikan kliennya dalam percakapan dengan Saeful Bahri tidak berarti menyetujui. Percakapan tersebut menyangkut Saeful Bahri yang menginformasikan telah menerima uang senilai Rp850 juta dari Harun Masiku.”Kalau sekjen menyampaikan ‘ok sip’ bukan berarti dia menyetujui,” tutur Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025).Ronny mengulas, bahwa arti dari kalimat ‘ok sip’ itu sudah dikonfirmasi secara langsung kepada Saeful Bahri pada persidangan sebelumnya.Hasilnya, Hasto Kristiyanto tidak menyetujui adanya upaya suap di balik permohonan PAW Harun Masiku. Bahkan, Sekjen PDIP itu sempat marah saat mendengar adanya upaya suap tersebut.”Karena dibuktikan dengan sekjen sempat memarahi Saeful terkait dengan ada upaya suap kepada komisioner KPU,” kata Ronny.Terlebih, momen percakapan tersebut terjadi saat Hasto tengah disibukan urusan yang lebih penting, yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sebab itu, belum ada fokus prioritas terkait pencalegan.”Sekjen ini sangat sibuk, banyak sekali yang diurus tidak hanya masalah pencalegan saja, Pilpres 2019 diurus yang saat itu Jokowi dan Maruf. Jadi banyak sekali urusan,” Ronny menandaskan.Dalam persidangan, jaksa sempat bertanya kepada Frans Asisi Datang selaku ahli bahasa terkait makna ‘ok sip’ Hasto Kristiyanto kepada Saeful Bahri.”Coba kita terlepas daripada ahli sudah tahu konteksnya (dugaan penerimaan uang). Jadi saya pengen ini murni ahli meneliti kata-kata, tidak tahu konteksnya, ini pembicaraan antara siapa dengan siapa. Nah, di sini ada kata yang dikirim, pesan dikirimkan oleh Saeful, atas nama Saeful. ‘Izin lapor mas hari ini P. Harun Geser 850’, itu di 16.11 ya, ada jamnya,” kata jaksa dalam pertanyaannya.”Kemudian langsung dijawab ‘ok sip’ di 16.12. Artinya di situ ada jeda yang hanya satu menit, langsung dijawab oke. Nah, sama seperti pertanyaan sebelumnya, apa yang saudara ahli tangkap di sini? Ketika dibilang lapor geser 850, oke sip. Kenapa tidak ada pertanyaan lain? 850 apa nih?,” tanya jaksa.”Berarti mereka sudah saling paham. Sudah saling paham. Sudah mengerti,” jawab Frans.Jaksa kemudian menanyakan kecenderungan apa yang ada dalam balasan pesan yang sangat singkat semacam itu.”Tadi sudah saya jelaskan di awal bahwa pembicara atau penulis atau pemilik yang mengirim WA itu pasti punya kedudukan. Tadi saya ilustrasikan dengan pengalaman saya. Jadi sibuk, atau dia dalam posisi tidak menanyakan, jadi tidak bukan dalam posisi sebagai orang yang harus menanyakan lagi, gitu,” kata Frans.”Tapi dia paham, dia tahu, lalu karena dia bilang oke berarti sudah sesuai dengan yang dia maksud,” sambungnya. Dalam kasus tersebut, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019-2020.Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jaksa Cecar Kode ‘Ok Sip’ Hasto ke Saeful Bahri, Kuasa Hukum: Bukan Menyetujui, tapi Marah Soal Suap

Tag:Breaking News