Home / MONEY / Industri Nikel Dorong Standar Global, Ini Manfaatnya untuk Hilirisasi

Industri Nikel Dorong Standar Global, Ini Manfaatnya untuk Hilirisasi

JAKARTA, Industri nikel Indonesia berupaya merumuskan standar nasional dan internasional terkait produksi, lingkungan, dan sosial guna mengantisipasi kampanye negatif terhadap kebijakan hilirisasi mineral yang terus berlangsung.

Langkah tersebut akan melibatkan pembentukan forum diskusi yang mengundang perwakilan dari sekitar 30 negara produsen mineral. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan forum itu akan digelar di Indonesia pada awal Juni 2025.

“Mereka akan di Indonesia awal bulan depan. Kita diskusi mengenai ESG. Dari Kementerian Luar Negeri mengundang seluruh KBRI di negara produsen mineral, bukan hanya nikel saja,” ujar Meidy, melalui keterangan pers, Selasa (20/5/2025).

Baca juga: Tantangan Industri Nikel RI: Tekanan Global hingga Kampanye Negatif

Forum tersebut ditargetkan menghasilkan kesepakatan untuk membuat sertifikasi standar lingkungan, sosial, dan tata kelola atau Environmental, Social, and Governance (ESG) yang berlaku global. Konsepnya akan merujuk pada sistem yang telah diterapkan di industri sawit seperti RSPO dan ISPO, maupun industri kayu melalui SVLK.

Meidy menambahkan, Indonesia memiliki 27 mineral kritis dan 22 mineral strategis yang harus dilindungi dari kampanye negatif yang dapat menghambat pengembangan industri hilir.

Ketua Bidang Kajian Mineral Strategis, Mineral Kritis dan Hilirisasi Mineral Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Muhammad Toha mengungkapkan, isu ESG kerap digunakan pihak tertentu untuk menekan kebijakan hilirisasi mineral Indonesia.

“Kita tidak menolak perbaikan agar industri lebih ramah lingkungan, namun jangan jadikan isu ESG sebagai agenda tersembunyi untuk membatasi industrialisasi,” ujar Toha, Selasa (20/5/2025).

Baca juga: APNI Tegaskan Hilirisasi Nikel Tetap Berjalan Sesuai

Ia menekankan bahwa pelaku industri nikel memiliki komitmen yang sama untuk memastikan tanggung jawab lingkungan dan sosial yang baik dalam proses produksi maupun pengolahan mineral.

Sejak kebijakan hilirisasi mulai diterapkan secara masif pada 2015, Indonesia mengubah posisinya dari eksportir bahan mentah menjadi eksportir produk olahan. Namun, perubahan ini diiringi dengan meningkatnya kritik dari berbagai lembaga internasional.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *