Jakarta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 139,15 poin atau 1,96% ke level 6.968,64 pada perdagangan terbaru. Ini menjadi koreksi harian terdalam dalam lima bulan terakhir, sekaligus membuat IHSG kembali berada di bawah level psikologis 7.000 dan menembus support teknikal MA200.Sentimen negatif datang dari berbagai arah, terutama kombinasi tekanan global dan kekhawatiran domestik yang menumpuk.Dari sisi eksternal, pasar global diguncang oleh eskalasi konflik Iran–Israel, setelah laporan mengenai serangan rudal Iran ke rumah sakit militer di Israel.”Ketegangan geopolitik ini memicu lonjakan harga minyak dan emas serta memunculkan kekhawatiran dunia terhadap potensi stagflasi dan terganggunya distribusi energi internasional. Bursa-bursa Asia pun mengalami aksi koreksi serempak, dengan Hang Seng terkoreksi hampir 2%,” ulas Analis pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, Jumat (20/6/2025).Efek domino dari situasi ini turut menghantam pasar Indonesia, mendorong investor melakukan aksi jual besar-besaran terutama pada saham-saham berkapitalisasi besar.Selain faktor eksternal, pasar saham Indonesia juga dibebani sentimen domestik yang menekan psikologi investor. Data pendapatan negara hingga Mei 2025 hanya mencapai 33,1% dari target APBN, kinerja yang bahkan lebih buruk dibandingkan periode pandemi. Realisasi ini memunculkan kecemasan atas potensi lonjakan defisit fiskal ke depan.Situasi fiskal tersebut membuat pelaku pasar mempertanyakan keberlanjutan program-program populis pemerintahan baru seperti makan siang gratis, subsidi pupuk dan BBM, hingga pembangunan IKN. Ketidakjelasan arah dan transparansi fiskal mendorong aksi jual lanjutan, terutama pada sektor-sektor defensif seperti perbankan dan telekomunikasi.“Minimnya kejelasan dan transparansi arah fiskal membuat pelaku pasar mengantisipasi risiko krisis fiskal terselubung,” jelas Hendra. Alhasil, saham-saham blue chip seperti BMRI (-3,55%), TPIA (-5,33%), TLKM (-2,89%), dan BBCA (-1,40%) menjadi korban aksi jual, menegaskan pergeseran rotasi sektor di tengah ketidakpastian. Secara teknikal, IHSG tengah menguji support kuat di area MA50 (6.935). Indikator stochastic menunjukkan kondisi oversold, namun potensi teknikal rebound masih sangat ditentukan oleh stabilitas sentimen jangka pendek, baik dari dalam maupun luar negeri. Sentimen negatif yang terus mendominasi bisa menghambat upaya pemulihan dalam waktu dekat.Jika support ini mampu bertahan, maka rebound jangka pendek masih terbuka dengan resistance terdekat di area 7.175–7.240. Namun bila tekanan jual berlanjut, maka IHSG berpeluang turun lebih dalam ke support berikutnya di 6.812. Hal ini menjadikan level 6.935 sebagai titik krusial bagi arah pasar dalam jangka pendek.“Untuk jangka pendek, area 6.935 menjadi penentu arah pasar, dengan outlook mingguan yang masih rentan volatilitas,” kata Hendra. Pelaku pasar diminta untuk mewaspadai potensi false breakout serta menjaga eksposur secara selektif di tengah kondisi pasar yang tidak bersahabat. Di tengah tekanan pasar, sektor energi dan komoditas justru tampil menonjol sebagai tempat pelarian modal investor. Saham-saham berbasis sumber daya alam menerima limpahan sentimen positif dari lonjakan harga minyak, gas, dan emas. Saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) menjadi top gainer dengan kenaikan 6,59%.“Dengan eksposur langsung ke blok Kangean dan Lapangan Malacca, ENRG dinilai akan langsung menikmati manfaat dari lonjakan harga energi global,” jelas Hendra.Dia merekomendasikan BUY untuk ENRG dengan target harga jangka menengah di Rp 400. Valuasi yang atraktif dan potensi ekspansi gas domestik menjadi faktor pendukung utama.Saham lain yang juga menguat adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA). MEDC diuntungkan oleh lonjakan harga minyak global yang menembus USD 77 per barel serta proyek LNG yang tengah digarap.Sementara MBMA disebut-sebut sebagai aset strategis dalam ekosistem kendaraan listrik nasional dengan prospek cerah. Saham-saham lain yang turut menguat antara lain AMMN (+1,28%), BYAN (+0,77%), DSSA (+0,43%), dan BNLI (+3,31%).“Dalam kondisi pasar yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, investor disarankan untuk selektif dan fokus pada sektor-sektor yang memiliki katalis positif struktural,” ujar Hendra.Sektor energi, logam dasar, dan emas diprediksi tetap menjadi ‘sweet spot’ dalam rotasi sektor jangka menengah, terutama jika ketegangan geopolitik terus berlangsung.
IHSG Terjun Bebas Tinggalkan Posisi 7.000, Ada Apa?

Tag:Breaking News