KOMPAS.com — Kinerja komoditas energi, pangan, dan logam masih tertekan. Kondisi ini terjadi meski Amerika Serikat dan China sepakat menurunkan tarif impor selama 90 hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut beberapa harga komoditas justru melemah. Salah satunya harga minyak.
“Harga komoditas saat ini beberapa cenderung melemah seperti minyak,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat (23/5/2025).
Baca juga: Menakar Potensi Komoditas CPO di Tengah Perang Dagang AS-China
Harga minyak global tercatat US$ 64,9 per barel pada Mei 2025 (penutupan 21 Mei). Nilai itu turun 2,9 persen secara bulanan (month to month/MtM), 13 persen secara tahunan sejak awal tahun (year to date/YtD), dan 14,5 persen dibanding Mei 2024 (year on year/YoY).
Harga batu bara sebesar US$ 100,4 per ton. Secara YtD turun 19,8 persen dan secara YoY anjlok 20,1 persen. Meski begitu, harga batu bara naik 5,7 persen secara MtM.
“Harga batu bara secara tahunan turun cukup dalam 20,1 persen YoY, makanya nanti penerimaan PNBP bisa terdampak,” ujar Sri Mulyani.
Untuk komoditas pangan, harga crude palm oil (CPO) tercatat US$ 914,4 per ton. Harga ini turun 2,5 persen MtM, 16,9 persen YtD, tapi naik 19,7 persen YoY.
Harga beras mencapai US$ 13,2 per cwt. Harga ini turun 2,8 persen MtM, 6,2 persen YtD, dan 24,5 persen YoY. Menurut Sri Mulyani, penurunan dipengaruhi panen dan produksi yang baik.
Baca juga: Utang RI Capai Rp 304 Triliun, Setara 39,2 Persen dari Target APBN
Harga nikel sebagai komoditas logam turun 0,1 persen MtM dan 10,8 persen YoY. Namun masih naik 1,8 persen YtD. Saat ini harga nikel tercatat US$ 15.602 per ton.
Harga tembaga tercatat US$ 9.533,5 per ton. Nilai itu naik 3,8 persen MtM, 8,7 persen YtD, dan 4,1 persen YoY.
Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Harga Minyak dan Batu Bara Turun, Penerimaan Negara Bisa Terdampak
