JAKARTA, Transparansi Internasional Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia, mengadukan seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Sekretariat Jenderal KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pengaduan ini dilayangkan terkait pengadaan barang dan jasa yang dinilai bermasalah, yakni penggunaan jet pribadi dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2025.
“Pertama, dari aspek pengadaan barang dan jasa (procurement). Sejak tahapan perencanaan, pengadaan sewa private jet sudah bermasalah. Pemilihan penyedia melalui e-catalog/e-purchasing yang sangat tertutup dicurigai sebagai pintu masuk terjadinya praktik suap,” ujar peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono, saat dikonfirmasi, Jumat (23/5/2025).
Menurut Agus, perusahaan pengadaan sewa jet pribadi yang dipilih oleh KPU masih tergolong baru, yakni dibentuk pada 2022 dan tidak punya pengalaman dalam memenangkan tender, juga berskala kecil.
Baca juga: Eks Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Justru Bikin Anggaran Pemilu Hemat Rp 380 Miliar
Agus menjelaskan, dari dua dokumen kontrak yang ditemukan di laman LPSE, juga ditemukan indikasi mark-up karena nilai kontraknya melebihi dari jumlah pagu yang telah dianggarkan.
Kemudian, alasan kedua mereka mengadu ke DKPP adalah karena penggunaan jet pribadi diduga tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Dari sisi waktu, masa sewa private jet tidak sesuai dengan tahapan distribusi logistik pemilu. Penggunaan private jet digunakan setelah tahapan distribusi logistik selesai,” kata Agus.
Ia menilai ada kejanggalan karena rute jet pribadi yang disewa KPU tidak melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang disebut sulit dijangkau atau terluat.
Baca juga: Anggaran KPU Disorot: Jet Pribadi, Mobil Mewah, hingga Apartemen
Sehingga, ada indikasi private jet digunakan bukan untuk kepentingan pemilu
Pengadu juga menduga private jet yang disewa merupakan pesawat dengan kepemilikan asing.
“Ketiga, dugaan pelanggaran terhadap regulasi perjalanan dinas pejabat negara,” kata Agus.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 jo PMK Nomor 119 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, menyebutkan perjalanan dinas bagi pimpinan lembaga negara dan eselon 1 dengan menggunakan pesawat udara maksimal hanya boleh menggunakan kelas bisnis untuk dalam negeri.
Sedangkan perjalanan luar negeri maksimal first class atau kelas eksekutif.
Bagi pejabat eselon 2 ke bawah menggunakan kelas yang lebih rendah (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.05/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri).
“Penggunaan private jet untuk perjalanan dinas bertentangan dengan peraturan Menteri Keuangan tersebut,” ucap Agus.