Home / Makro / Ekonomi Singapura Tumbuh 3,9%, Namun Dibayangi Ancaman Resesi

Ekonomi Singapura Tumbuh 3,9%, Namun Dibayangi Ancaman Resesi

Singapura mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari perkiraan pada kuartal pertama 2025. Namun, pemerintah tetap mewaspadai potensi resesi teknikal akibat ketegangan dagang global yang masih membayangi.Berdasarkan data final Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI), produk domestik bruto (PDB) tumbuh 3,9% secara tahunan pada kuartal I-2025. Angka ini lebih tinggi dari estimasi awal 3,8% dan konsensus ekonom Bloomberg sebesar 3,6%.Namun secara kuartalan, ekonomi Singapura justru terkontraksi 0,6% dibandingkan kuartal sebelumnya. Meski lebih baik dari prediksi kontraksi 1%, angka ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi resesi teknikal, karena mencatatkan pertumbuhan negatif dalam dua kuartal beruntun.“Resesi teknikal di mana dua kuartal berturut-turut menunjukkan kontraksi, itu mungkin terjadi. Tapi itu belum tentu berarti kita menghadapi resesi penuh,” kata Sekretaris Jenderal Tetap MTI Beh Swan Gin dikutip dari Bloomberg Kamis (22/5).MTI tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 0% hingga 2%, setelah sebelumnya diturunkan karena dampak tarif AS yang memperburuk outlook perdagangan global.Pertumbuhan di awal tahun ini ditopang lonjakan aktivitas manufaktur dan ekspor, seiring upaya pelaku usaha mempercepat pengiriman sebelum tarif AS diberlakukan. Namun, ekonom memperingatkan bahwa momentum tersebut tidak akan bertahan lama.“Risiko perlambatan sangat nyata. Tapi Singapura punya ruang fiskal dan kebijakan proaktif yang bisa meredam guncangan eksternal,” ujar Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo Markets.Kekhawatiran tersebut diperkuat oleh lesunya pemulihan ekonomi Cina dan dampak lanjutan dari perang dagang AS-Cina, meski kedua negara saat ini tengah menempuh masa negosiasi 90 hari dan menurunkan sebagian tarif.“Outlook ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian besar dengan risiko condong ke sisi negatif,” ucap Beh.Selain itu, ketegangan perdagangan yang meningkat dapat memicu perang dagang global secara penuh, serta mengganggu proses disinflasi global dan mengacaukan arus modal internasional.MTI memperkirakan sektor-sektor berorientasi ekspor seperti manufaktur, perdagangan grosir, transportasi, dan logistik akan melambat sepanjang tahun ini. Di sisi lain, sektor keuangan dan asuransi juga diperkirakan melemah karena minimnya aktivitas perdagangan.Sementara sektor-sektor yang berorientasi pada konsumsi domestik masih menunjukkan prospek yang lesu. Dengan perdagangan menyumbang tiga kali lipat dari PDB, Singapura tetap sangat rentan terhadap perlambatan global.MTI menyatakan siap menyesuaikan proyeksi pertumbuhan apabila kondisi memburuk.Otoritas Moneter Singapura (MAS) akan meninjau kembali kondisi ekonomi dan keuangan secara menyeluruh menjelang rapat kebijakan pada Juli 2025.“Kebijakan saat ini masih sesuai dengan kondisi ekonomi,” kata Deputi Direktur Pelaksana MAS Edward Robinson.Pada bulan lalu, bank sentral telah melonggarkan kebijakan moneternya untuk kedua kalinya tahun ini sebagai respons terhadap tekanan pertumbuhan.Bloomberg Economics memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Singapura pada 2025 di angka 0,9%, namun melihat potensi revisi naik jika negosiasi dagang AS- Cina menghasilkan kesepakatan positif.Faktor domestik yang turut menopang keyakinan investor adalah kemenangan besar Partai Aksi Rakyat (PAP) dalam pemilu 3 Mei lalu.“Kemenangan kuat PAP mengurangi ketidakpastian di tengah gejolak perdagangan global dan perubahan kebijakan AS di bawah Presiden Donald Trump,” kata Ekonom ASEAN di Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *