Home / MONEY / Ekonom Soroti Anggaran Jumbo BGN, Program Vital Lain Terpinggirkan

Ekonom Soroti Anggaran Jumbo BGN, Program Vital Lain Terpinggirkan

JAKARTA, Sejumlah ekonom menilai alokasi anggaran terbesar ke Badan Gizi Nasional (BGN) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak tepat.

Pemerintah dinilai mengorbankan program lain yang lebih mendesak dan terbukti manfaatnya.

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2026, pemerintah menetapkan anggaran BGN sebesar Rp 217,86 triliun. Nilai ini tertinggi dibanding anggaran kementerian dan lembaga lainnya.

Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menilai langkah ini belum tepat. Ia melihat pola ini sudah terjadi sejak tahun ini, ketika banyak kementerian dan lembaga mengalami pemotongan anggaran.

Baca juga: Anggaran BGN Rp 217,86 Triliun pada 2026, Apa Dampaknya ke Ekonomi RI?

Tahun ini, pemerintah memangkas anggaran kementerian dan lembaga hingga Rp 306,69 triliun.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjadi yang paling terdampak. Anggarannya dipangkas Rp 81,38 triliun dari pagu Rp 110,95 triliun. Akibatnya, sejumlah proyek infrastruktur tertunda.

Namun, di sisi lain, anggaran MBG justru melonjak. Dari Rp 71 triliun pada 2024 menjadi Rp 100 triliun pada 2025.

“Apakah ini sudah tepat? Saya rasa belum. Jadi secara program MBG sudah baik, tapi anggarannya jangan sampai kemudian memakan anggaran-anggaran vital yang lain dan ini yang perlu digarisbawahi,” ujar Riefky saat dihubungi , Senin (26/5/2025).

Anggaran untuk BGN pada 2026 pun kembali naik dan menjadi yang paling besar. Kebijakan ini menimbulkan kesan pemerintah mengesampingkan program penting lainnya.

Program MBG sendiri masih dalam tahap awal dan membutuhkan banyak uji coba. Efektivitas serta manfaatnya belum dapat dipastikan. Sementara program infrastruktur sudah jelas skemanya dan manfaatnya langsung terasa.

“Jadi hal-hal kebutuhan dasar ini jangan sampai banyak yang terkorbankan hanya untuk memenuhi MBG,” tambah Riefky.

Baca juga: Badan Gizi Nasional Dapat Alokasi Anggaran Terbesar di 2026, Lampaui Kemenhan dan Polri

Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga mempertanyakan kebijakan ini. Menurutnya, alokasi besar untuk MBG tidak merata menyasar semua anak.

“Seharusnya dana untuk pendidikan bisa diperbanyak untuk memberikan pendidikan gratis untuk semua anak. Bukan makan gratis yang hanya diperuntukan untuk anak sekolah saja,” ucapnya kepada .

Ia memahami Presiden Prabowo Subianto ingin mempercepat program MBG sejak awal masa jabatan. Namun, ia menilai kesiapan pelaksanaan masih jauh dari kata optimal.

Ada persoalan infrastruktur, tenaga dapur umum, hingga kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kondisi ini lebih berat di Indonesia timur, yang infrastruktur dasarnya belum memadai.

“Ketahanan makanan yang rendah, bisa menjadi ancaman ketika dapur umum terdekatnya itu cukup sulit dijangkau. Mungkin naiknya anggaran BGN untuk membiayai pembangunan dapur umum di daerah terpencil,” ungkapnya.

Ia menambahkan, realisasi anggaran bisa terhambat karena penerimaan negara diprediksi masih rendah. Kondisi ekonomi yang stagnan ikut memperlambat belanja negara.

“Tahun depan pun, diprediksi ekonomi kita masih stagnan karena belum pulih daya beli kita secara nasional. Ketika daya beli melemah, konsumsi melambat, penerimaan negara biasanya akan mengikuti. Ketika penerimaan negara seret, belanja negara akan terganggu, termasuk untuk program MBG,” tuturnya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *