BEKASI, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi menyegel sebuah sekolah swasta tingkat SD, TK, dan inklusi di Bekasi Utara pada Selasa (17/6/2025) karena diduga bodong.
Sekretaris Disdik Kota Bekasi Warsim Suryana menjelaskan, penyegelan dilakukan agar sekolah tersebut tidak menerima siswa baru maupun menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar (KBM).
“Tujuan penyegelan agar tidak menerima siswa baru, dan tidak menggelar KBM, kami segel,” kata Warsim saat dihubungi, Selasa.
Baca juga: Sekolah Mewah di Bekasi Diduga Bodong, Klaim Terapkan Kurikulum Cambridge
Ia menuturkan, sekolah tersebut dinyatakan bodong karena tidak mendaftarkan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) ke sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang merupakan basis data resmi pendidikan nasional.
Selain itu, pihak sekolah juga tidak menjalankan kurikulum sebagaimana yang dijanjikan kepada orangtua murid.
“Di mana sekolah tersebut sebelumnya menjanjikan kurikulum berbasis Cambrigde, nyatanya tidak,” ujar Warsim.
Kecurigaan wali murid berawal dari sistem pembelajaran yang dijanjikan tak direalisasikan di sekolah tersebut. Salah satu wali murid, Silvia Legina (30), mengatakan kurikulum ala Cambridge yang dijanjikan tak pernah diterapkan.
“Jadi Cambridge itu tidak kami dapatkan atau tidak sesuai dengan materinya,” ujar Silvia saat dikonfirmasi, Selasa.
Baca juga: Sekolah di Bekasi Diduga Tak Berizin
Selain kurikulum, para wali murid juga mengeluhkan metode pengajaran yang dinilai tidak sesuai standar, terutama dalam pelajaran Bahasa Inggris dan Pendidikan Agama.
Menurut mereka, sekolah menjanjikan pembelajaran Bahasa Inggris yang intensif. Setelah anak-anak menguasai dasar, proses belajar dijanjikan akan sepenuhnya menggunakan Bahasa Inggris. Namun, dalam praktiknya, para guru tetap menggunakan Bahasa Indonesia.
“Lalu dari agamanya pun pelajarannya juga kurang, tidak ada hafalan (surat Al Quran),” kata Silvia.
Silvia merasa tertipu karena anaknya tidak menunjukkan kemajuan dalam proses KBM. Padahal, ia telah membayar Rp 23 juta untuk biaya pendaftaran, yang sudah termasuk kegiatan sekolah dan iuran tiga bulan pertama.
Setelah bulan keempat, orangtua diminta membayar Rp 2 juta per bulan.
“Makanya dengan biaya yang menurut saya mahal itu kami kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan,” ucap Silvia.
Baca juga: Dugaan Pungli yang Berujung Kepsek SMAN 9 Tambun Selatan Dinonaktifkan Dedi Mulyadi
Wali murid lain, Benny Sugeng Waluyo, yang menyekolahkan anaknya di kelas inklusi, juga merasa dirugikan. Ia mendaftar karena dijanjikan adanya program terapi psikologi untuk siswa dengan kebutuhan khusus.
Namun, janji itu tak pernah terealisasi.
“Tapi selama anak kami sekolah di sini realisasi itu tidak ada,” kata Sugeng.