Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai program pendidikan anak masuk barak militer yang diterapkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melanggar prinsip dasar perlindungan anak.Program yang ramai dikenal publik sebagai ‘Pendidikan Barak Militer bagi Anak Nakal/Bermasalah’ itu telah berjalan sejak 2 Mei lewat Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 43/PK.03.04/Kesra.KPAI mengawasi lokasi penyelenggaraan program tersebut di Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole Kabupaten Bandung Barat. Berikut temuan KPAI terhadap program pendidikan barak militer sebagai berikut:Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menilai program pendidikan barak militer belum memperhatikan regulasi yang mengatur perlindungan anak, seperti Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.”Ketidaksesuaian ini berdampak pada munculnya stigma serta pelabelan yang bersifat diskriminatif terhadap anak dan minimnya ruang partisipasi anak dalam program tersebut,” kata Maryati dalam keterangan pers pada Jumat (16/5).KPAI menemukan peserta program pendidikan barak militer tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog professional, melainkan hanya rekomendasi guru BK. Bahkan ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program tidak naik kelas.”Hasil diskusi dengan Dinas terkait mengungkapkan bahwa kekurangan Psikolog Profesional, Pekerja Sosial, dan Guru BK menyebabkan layanan konseling bagi anak dan siswa tidak berjalan secara maksimal,” ujar Maryati.KPAI menemukan 6,7% siswa yang mengikuti program di dua lokasi barak militer, yakni di Lembang dan Purwakarta menyatakan tidak mengetahui alasan mereka mengikuti program tersebut. “Temuan ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali terhadap ketepatan sasaran peserta dalam pelaksanaan program,” ujar Maryati.Berdasarkan latar belakang para siswa, faktor penyebab utama mereka masuk ke dalam program ini adalah karena kebiasaan merokok, disusul oleh perilaku sering membolos sekolah, dan di urutan ketiga adalah keterlibatan dalam tawuran.KPAI juga menemukan tidak semua Pembina di barak memahami protokol Child Safeguarding. Selain itu, tidak ada kehadiran tenaga medis dan ahli gizi secara tetap di Didik Bela Negara di Bandung. KPAI juga menilai keterlibatan organisasi perangkat daerah (OPD) tingkat provinsi belum optimal dalam program yang dilaksanakan di Dodik Bela Negara di Bandung.Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 43/PK.03.04/Kesra yang dirilis oleh Dedi Mulyadi memuat ketentuan mengenai pembinaan bagi peserta didik dengan perilaku khusus.Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa siswa yang kerap terlibat dalam tawuran, bermain gim secara berlebihan, merokok, mabuk, balapan liar, menggunakan knalpot brong, maupun menunjukkan perilaku tidak terpuji lainnya akan diarahkan untuk mengikuti program pembinaan khusus.Pembinaan ini dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari orang tua siswa. Program tersebut dilaksanakan melalui pola kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pemerintah kabupaten/kota, serta jajaran TNI dan Polri. Kolaborasi ini diharap dapat mengatasi perilaku menyimpang siswa dengan pendekatan kedisiplinan dan pembentukan karakter.
Deret Temuan KPAI soal Program Anak Masuk Barak Militer Milik Dedi Mulyadi

Tag:Breaking News