Home / Liga Spanyol / Dari Puncak ke Jurang: Analisis Musim Penuh Drama Real Madrid Pasca-Gelar Liga Champions ke-15

Dari Puncak ke Jurang: Analisis Musim Penuh Drama Real Madrid Pasca-Gelar Liga Champions ke-15

Jakarta Setahun lalu, Real Madrid merayakan gelar Champions League ke-15 dengan optimisme tinggi, terutama setelah kedatangan Kylian Mbappe. Kini, musim 2024/2025 berakhir tanpa trofi besar, bahkan dengan kekalahan memalukan dari Barcelona di beberapa laga krusial.Perubahan besar sudah dimulai: Carlo Ancelotti pergi, Xabi Alonso datang, dan Trent Alexander-Arnold akan segera bergabung. Namun, pertanyaan besar menggantung: Mengapa Madrid gagal total di musim yang seharusnya menjadi era keemasan baru?Mari kita telusuri faktor-faktor di balik kegagalan Los Blancos, dari kesalahan taktis hingga masalah manajemen skuad.Musim ini menjadi salah satu yang terburuk bagi Madrid dalam beberapa tahun terakhir. Mereka tak hanya gagal mempertahankan gelar La Liga dan Liga Champions, tetapi juga kalah di final Copa del Rey dan dua kali dihajar Barcelona dengan skor telak.Kekalahan 0-4 di Bernabeu dan 2-5 di Supercopa de Espana menjadi bukti betapa rapuhnya pertahanan Madrid. Bahkan, ini pertama kalinya sejak 1982/1983 Barcelona menang empat kali dalam satu musim melawan rival abadi mereka.Satu-satunya hiburan datang dari trofi minor seperti European Super Cup dan Intercontinental Cup. Tapi bagi klub sebesar Madrid, itu jelas tak cukup.Kedatangan Kylian Mbappe diharapkan membawa ledakan ofensif, dan statistiknya memang mengesankan: 42 gol di semua kompetisi, termasuk gelar Pichichi. Namun, kehadirannya tak serta-merta menyelesaikan masalah tim.Ancelotti gagal menemukan keseimbangan antara “Fantastic Four” (Mbappe, Vinicius Jr, Rodrygo, dan Bellingham). Alih-alih merotasi pemain, pelatih Italia itu memaksa keempatnya bermain bersama, yang sering membuat Madrid kehilangan soliditas di lini tengah.Selain itu, minimnya pemanfaatan pemain muda seperti Arda Guler dan Endrick juga menjadi kesalahan taktis yang mahal.Sejak awal musim, masalah pertahanan Madrid sudah terlihat jelas. Namun, manajemen klub tak melakukan pembelian apa pun di bursa Januari, meski cedera terus melanda.Ancelotti juga tak berani mengambil keputusan keras, seperti memainkan formasi yang lebih defensif. Akibatnya, Madrid sering kebobolan dalam situasi kritis, seperti saat ditumbangkan Arsenal 1-5 di Liga Champions.Kedatangan Dean Huijsen dan Alexander-Arnold diharapkan bisa memperbaiki masalah ini. Namun, apakah itu cukup?Carlo Ancelotti pergi dengan warisan gemilang, termasuk double Champions League dan La Liga. Namun, musim ini menjadi bukti bahwa siklusnya sudah berakhir.Xabi Alonso, sang pengganti, diharap bisa membawa ide segar. Tapi tantangannya besar: memulihkan mental tim, memperbaiki pertahanan, dan menemukan formula terbaik untuk Mbappe cs.Dengan beberapa pemain kunci yang mungkin hengkang, musim depan akan menjadi ujian nyata bagi Alonso dan proyek barunya.Kegagalan Madrid bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga manajemen. Kurangnya pergerakan di bursa transfer dan kegagalan memaksimalkan skuad menjadi pelajaran berharga.Selain itu, ketergantungan pada bintang-bintang besar tanpa rotasi yang baik terbukti merugikan. Pemain seperti Eduardo Camavinga dan Aurelien Tchouameni seharusnya bisa diberi lebih banyak kesempatan.Jika Madrid ingin kembali ke puncak, perubahan struktural dan taktis harus dilakukan—bukan sekadar mengandalkan nama-nama besar.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *