Jakarta – Yayasan Autisma Indonesia (YAI) resmi meluncurkan konsep transformasi bertajuk Circle 4 Autism dalam sebuah talkshow bertema “Autisme Bukanlah Hambatan: Dukungan dan Inovasi dalam Menciptakan Peluang Kerja” di Sekretariat ASEAN, Jakarta.Peluncuran ini bukan sekadar simbol, tetapi sebuah ajakan konkret untuk membangun sistem yang lebih inklusif bagi penyandang autisme—dari pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga dukungan jangka panjang.Identitas baru YAI ditandai dengan logo berwarna tosca dan biru, yang dipilih karena merepresentasikan ketenangan, kepercayaan diri, dan harapan.“Kami ingin mendorong pemahaman lebih mendalam mengenai pemberdayaan penyandang autisme di Indonesia. Transformasi ini kami harapkan bisa menjadi gerakan nasional,” kata Dr. Adriana S. Ginanjar, MS, Psikolog, Ketua YAI.Menurut data WHO, satu dari 100 anak di dunia hidup dengan autisme. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan memperkirakan ada sekitar 2,4 juta penyandang autisme, dengan 500.000 anak terdiagnosis setiap tahunnya. Sayangnya, inklusi sosial dan kerja masih menjadi tantangan besar, meskipun Pasal 53 UU Penyandang Disabilitas mewajibkan sektor publik dan swasta untuk merekrut penyandang disabilitas.Veronica Tan, Wakil Menteri PPPA RI, menegaskan bahwa kesenjangan antara kemampuan individu autis dengan kebutuhan dunia kerja masih sangat terasa.“Ini adalah peluang besar untuk memperkuat sinergi lintas sektor. Bersama YAI dan ASEAN Autism Network, kami ingin menyusun roadmap yang lebih inklusif dan berbasis data, sehingga pemerintah bisa lebih tajam dalam memetakan permasalahan dan kebutuhan,” ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Rabu (11/6). Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi penyandang autisme adalah stigma yang masih melekat di masyarakat. Minimnya pemahaman terhadap karakteristik autisme membuat banyak potensi individu berbakat ini luput dari perhatian.Padahal, banyak penyandang autisme memiliki keunggulan seperti ketelitian tinggi, fokus mendalam, serta pola pikir yang berbeda dan kreatif—semua ini bisa menjadi aset berharga di berbagai sektor pekerjaan.“Individu autis kerap memiliki cara pandang yang segar dan berbeda terhadap persoalan. Jika didampingi dengan baik, mereka bisa menghasilkan solusi yang inovatif,” ujar Job Coach dari YAI, Taufiq Hidayat.Menurutnya, kunci dari inklusi kerja yang efektif bukan hanya pada kesiapan penyandang disabilitas, tapi juga kesiapan lingkungan kerja dalam memberikan dukungan dan adaptasi. Talkshow ini turut menghadirkan berbagai tokoh lintas sektor, termasuk Nurdiansyah Budiman dari PT United Tractors Tbk dan Frans Satriawan dari Treestori—seorang pengusaha yang aktif mendukung pemberdayaan penyandang autisme. Mereka sepakat bahwa kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, lembaga pendamping, dan masyarakat sangat krusial dalam membangun ekosistem kerja yang ramah autisme.“Dunia kerja perlu diberi pemahaman tentang bagaimana mendesain sistem kerja yang inklusif. Ini tidak hanya soal membuka lowongan, tapi bagaimana membangun sistem pendampingan dan adaptasi yang nyata,” ujar Frans.Selain talkshow, acara ini juga menghadirkan stan dari berbagai lembaga yang fokus pada pelatihan dan pemberdayaan penyandang autisme, seperti Matalesoge HospiABLElity Academy, Pupa Center, Rumah I’m Star, hingga Balai Besar Kejuruan Kebutuhan Khusus Bogor. Keberadaan lembaga-lembaga ini menunjukkan bahwa ekosistem inklusif mulai terbentuk, meski masih butuh dorongan lebih kuat dari berbagai pihak. Salah satu bagian paling menginspirasi dalam acara ini adalah penampilan dari para penyandang autisme yang memiliki talenta luar biasa. Pianis dan komposer Ananda Sukarlan tampil memukau bersama Zepha, pemain cello, serta Fairuz, seorang penyanyi muda. Ketiganya adalah bukti nyata bahwa penyandang autisme mampu bersinar jika diberikan ruang yang mendukung.Sementara itu, penyanyi sopran Charisse Susanto juga tampil membawakan lagu sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan inklusivitas ini. Lewat penampilan mereka, publik diajak untuk melihat autisme dari sisi yang lebih positif dan memberdayakan—bukan sekadar hambatan, melainkan keberagaman yang memperkaya masyarakat.
Circle 4 Autism: Gerakan Baru untuk Dunia Kerja yang Lebih Inklusif

Tag:Breaking News