Home / Tech News / Bagaimana Awan bisa Berbentuk Naga, Piring Terbang, hingga Mata? Ini Penjelasannya

Bagaimana Awan bisa Berbentuk Naga, Piring Terbang, hingga Mata? Ini Penjelasannya

Jakarta – Kamu mungkin pernah melihat gumpalan awan yang menyerupai bentuk atau karakter unik, seperti benda atau hewan tertentu.Fenomena alam ini bahkan sempat viral di jagat maya karena ada seorang fotografer yang memotret awan berbentuk kepala naga dan juga mata manusia. Ada pula awan berbentuk mirip piring terbang.Lantas, apa yang menyebabkan awan bisa memiliki bentuk seperti itu? Untuk memahami bagaimana awan terbentuk dan mendapatkan bentuknya, penting untuk mengetahui dasar pembentukannya.Proses ini dimulai ketika udara hangat yang membawa uap air naik dan mendingin. Saat suhu menurun, uap air mengalami kondensasi, berubah menjadi tetesan air kecil atau kristal es.Jika partikel-partikel ini berkumpul dalam jumlah yang cukup banyak, terbentuklah gumpalan awan yang bisa dilihat oleh manusia di Bumi.Mengutip Popular Science, Kamis (12/6/2025), ilmuwan mengklasifikasikan awan menjadi sepuluh jenis utama berdasarkan bentuk dan ketinggiannya di langit.Contohnya, awan kumulus (berasal dari bahasa Latin “heap” yang berarti tumpukan) tampak seperti gumpalan kapas. Sementara itu, awan stratus (berarti “lapisan”) membentang seperti selimut, dan awan sirus (bahasa Latin untuk “rambut”) terlihat seperti bulu-bulu halus.Nama-nama dasar tersebut dapat digabungkan untuk mendeskripsikan jenis awan yang lebih kompleks, seperti sirokumulus.Awalan “alto” (berarti “tinggi”) digunakan untuk membedakan awan tingkat menengah dari rekan-rekan mereka di tingkat bawah (misalnya, altostratus vs stratus).Jarak awan dari Bumi memiliki pengaruh besar terhadap penampilannya, dan suhu udara menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian.Oleh karena itu, awan yang terbentuk lebih dekat ke permukaan Bumi sebagian besar terdiri dari tetesan air, sedangkan awan yang lebih tinggi cenderung tersusun dari kristal es.Awan tingkat menengah sering kali mengandung campuran keduanya. Perbedaan komposisi ini memengaruhi tampilan awan: awan berbasis air, seperti kumulus, memiliki tepi yang jelas dan penampilan yang solid. Sementara awan es, seperti sirus, biasanya lebih transparan dan menyebar. Pergerakan udara juga memainkan peran penting dalam membentuk awan. Ketika udara hangat dan lembap naik–sebuah proses yang dikenal sebagai konveksi–mereka akan mendingin dan mengalami kondensasi, membentuk awan.Namun, ada fenomena menarik yang terjadi dalam proses ini: saat uap air mengembun, ia melepaskan panas, yang menghangatkan udara di sekitarnya.Udara yang lebih hangat menjadi kurang padat dibandingkan udara dingin di sekitarnya, membuatnya lebih mudah terangkat. Peningkatan daya apung ini menyebabkan massa udara naik lebih cepat.”Arus udara ke atas ini terkait dengan gelombang, menghasilkan awan kumuliform yang sering kita bayangkan ketika memikirkan awan,” ujar Bjorn Stevens, seorang ilmuwan iklim dan direktur pelaksana di Max Planck Institute for Meteorology di Hamburg, Jerman, kepada Popular Science.Jika udara di dekat permukaan Bumi hangat dan lembap, tetapi jauh lebih dingin di ketinggian, awan kumulus cuaca cerah dapat dengan cepat tumbuh menjadi kumulonimbus yang menjulang tinggi—jenis awan yang membawa badai petir.Awan sirus, terkenal dengan penampilannya yang tipis dan berbulu, dibentuk oleh angin kencang di lapisan atas atmosfer. Angin ini bekerja pada kristal es yang membentuk awan sirus, memutar, dan menyebarkannya menjadi untaian-untaian halus.”Bentuknya juga sangat bergantung pada cahaya. Awan adalah “dispersi,” yang berarti terdiri dari banyak partikel tersuspensi di udara—lebih mirip kabut daripada benda padat. Mereka tidak memiliki awal atau akhir yang jelas,” Stevens menjelaskan. Apa yang kita lihat sebagai tepi awan sebenarnya adalah tempat di mana sinar matahari memantul dari tetesan air atau kristal es di dalamnya.Terkadang hamburan ini terjadi di dekat permukaan awan, sementara di lain waktu berasal dari lebih dalam kabut, itulah sebabnya batas awan seringkali tampak kabur atau terus berubah.Fitur fisik suatu area, atau ‘topografi,’ juga dapat memengaruhi bentuk awan.Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di The Conversation, Ross Lazear, seorang instruktur di Atmospheric and Environmental Sciences di University at Albany, State University of New York, menjelaskan bagaimana udara yang mengalir di atas pegunungan memicu riak atmosfer, mirip dengan batu yang mengganggu air di sungai, dan menyebabkan pembentukan awan lenticular yang menyerupai piring terbang.Setiap awan terbentuk dengan cara tertentu karena suatu alasan. Bagi para ahli meteorologi, bentuk-bentuk awan ini bukan hanya menarik, tetapi juga merupakan petunjuk berharga untuk memprediksi cuaca yang akan datang.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *