JAKARTA, Masih belum hilang di ingatan, tragedi ledakan saat pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025) pagi.
Baca juga: Komnas HAM Minta Lokasi Pemusnahan Amunisi Garut Jadi Kawasan Konservasi Lagi
Peristiwa itu terjadi saat TNI Angkatan Darat (AD) tengah melakukan pemusnahan amunisi kedaluwarsa di lokasi yang telah digunakan sejak 1986 berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Insiden tersebut menewaskan 13 orang, terdiri dari empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil.
Seiring proses investigasi berjalan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan bahwa TNI melibatkan warga sipil yang tak memiliki kompetensi teknis dalam aktivitas berisiko tinggi tersebut.
Keterlibatan warga sipil ini diketahui saat mereka berada di posisi paling dekat dengan sisa-sisa amunisi yang belum meledak.
Berdasarkan laporan Komnas HAM, warga sipil yang ikut serta dalam kegiatan itu berjumlah 21 orang.
Mereka dilibatkan dalam proses pasca-pemusnahan, yakni untuk membersihkan atau menangani sisa amunisi yang belum sempat meledak atau tidak tuntas dalam proses awal.
Mereka bekerja dengan imbalan harian tanpa pelatihan teknis militer khusus pemusnahan amunisi.
“Para pekerja belajar secara otodidak bertahun-tahun, tidak melalui proses pelatihan yang tersertifikasi,” tegas Anggota Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, dalam konferensi pers, Jumat (23/5/2025).
Uli juga menemukan bahwa warga sipil ini adalah pekerja harian lepas yang memiliki tugas berbeda-beda, seperti sopir, penggali lubang, pembongkar amunisi, dan juru masak.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Warga Sipil Korban Pemusnahan Amunisi Pekerja Otodidak Tanpa Sertifikasi
Temuan lainnya, pekerja juga pernah diminta melakukan hal yang sama di daerah yang berbeda, seperti di Makassar dan Maluku.
Perbantuan warga kepada TNI itu disebut sudah berjalan selama 10 tahun.
Komnas HAM memperoleh informasi tersebut dari keluarga korban sipil dalam tragedi ini, Rustiawan.
TNI, jelas Uli, juga memberikan upah kepada warga sipil yang terlibat dengan rata-rata Rp 150.000 per hari.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap TNI Penembak Polisi di Way Kanan Terlibat Sabung Ayam
Padahal, dari catatan Komnas HAM dalam pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pelibatan sipil dalam urusan amunisi harus memiliki keahlian yang spesifik.